Warga Ikuti Banyu Pinaruh Massal di Pantai Yeh Gangga, Ritual Dipuput 5 Sulinggih

Suasana Banyu Pinaruh di Pantai Yeh Gangga, Desa Sudimara, Tabanan, Bali, pada Minggu (17/12/20023).
Suasana Banyu Pinaruh di Pantai Yeh Gangga, Desa Sudimara, Tabanan, Bali, pada Minggu (17/12/20023).

PANTAUBALI.COM, TABANAN – Ratusan warga mengikuti ritual Banyu Pinaruh massal di Pantai Yeh Gangga, Desa Sudimara, Tabanan, Bali, pada Minggu (17/12/20023).

Ritual Banyu Pinaruh yang rutin dilaksanakan setiap enam bulan sekali oleh Umat Hindu yakni sehari setelah perayaan Hari Suci Saraswati ini, tidak hanya diikuti oleh warga Sudimara, melainkan juga diikuti masyarakat dari luar.

Perbekel Desa Sudimara I Nyoman Aryadi mengatakan, masyarakat umum pun dapat berpartisipasi dan melakukan pengelukatan yang langsung dipimpin oleh Sulinggih (pemuka agama).

Baca Juga:  Ruko di Penebel Ludes Terbakar Akibat Korsleting Listrik, Kerugian Capai 1 Miliar

“Kami bersama panitia melaksanakan setiap enam bulan sekali. Upacara ini pun dipimpin langsung oleh lima orang Sulinggih,” terang Perbekel Desa Sudimara I Nyoman Aryadi.

Ia menjelaskan, pelaksanaan upacara ini telah berlangsung sejak pukul 07.00 WITA. Namun, karena terkendala cuaca, pelaksanaan upacara berjalan lebih lambat sekitar jam 08.00 WITA sampai selesai.

“Upacara ini dilaksanakan oleh panitia Pinandita Sanggraha Nusantara (PSN), yang membidangi tentang pelaksanaan upacara umat Hindu di bali, sehingga kami sebagai tuan rumah yang menyediakan tempat untuk melaksanakan upacara Banyu Pinaruh ini, kebetulan kita mempunyai pantai untuk mendukung hal tersebut,” lanjutnya.

Untuk diketahui secara tradisi Banyu Pinaruh berasal dari kata ‘Banyu’ yang artinya air dan ‘Pinaruh’ yang berasal dari kata ‘Weruh’ atau ‘Pinih Weruh’ yang artinya pengetahuan. Sehingga Banyu Pinaruh bermakna hari dimana memohon sumber air pengetahuan, yaitu sehari setelah turunnya ilmu pengetahuan pada hari Saraswati kemarin.

Baca Juga:  Komisi II DPRD Tabanan Desak Tindak Lanjut Dinas Terkait Proyek Restoran Bodong di Desa Mengesta

“Dengan meyakini adanya tradisi ini, pada saat Banyu Pinaruh, kita melaksanakan penglukatan, karena pada kepercayaan kita yaitu segara tanpa tepi sehingga semua dilebur di segara (laut), dengan harapan mendapatkan pencerahan, ketenangan dan kesucian ilmu pengetahuan,” imbuh Aryadi. (jas)