16 Pelaku Terorisme Tertangkap di Bali dalam 5 Tahun, Satgaswil Densus 88 Beri Pembinaan ke Instansi Daerah

Satgaswil Bali Densus 88 saat memberikan edukasi dan pencegahan paham radikalisme di Dinas Komunikasi dan Informasi (Diskominfo) Tabanan.
Satgaswil Bali Densus 88 saat memberikan edukasi dan pencegahan paham radikalisme di Dinas Komunikasi dan Informasi (Diskominfo) Tabanan.

PANTAUBALI.COM, TABANAN – Ancamaan terorisme hingga kini masih mengancam Pulau Bali. Bahkan sejauh ini di wilayah Bali sejak lima tahun terakhir dari 2018 sampai 2022 tercatat sebanyak 16 orang pelaku tindak pidana terorisme yang diamankan Densus 88.

Dari 16 orang pelaku tindak pidana terorisme itu, sebagian besar mereka terpapar paham radikalisme dan terorisme akibat faktor lingkungan kerja, mulai dari perusahaan karyawan BUMN, Sekolah hingga rumah sakit.

Untuk mengantisipasi bertambahnya paham radikalisme, maka Satuan Tugas Wilayah (Satgaswil) Bali Dentasemen Khusus atau Densus 88 Antiteror Polri tengah gencar-gencarnya turun memberikan pembinaan dan upaya pencegahan, baik itu terkait bahaya paham intoleran, radikalisme, ekstremisme dan terorisme.

Baca Juga:  Bupati Sanjaya Tegaskan Komitmen Wujudkan Tabanan Era Baru

Adapun sasaran utama dari edukasi pembinaan dan pencegahan paham radikalisme ini menyasar instansi daerah, lembaga dan perusahaan pemerintah.

Khusus di Kabupaten Tabanan, Satgaswil Bali Densus 88 sudah turun memberikan edukasi dan pencegahan paham radikalisme di Dinas Komunikasi dan Informasi (Diskominfo) Tabanan.

Dantim Satgaswil Bali Densus 88 Antiteror Polri Ipda Hadi Nata Kusuma mengatakan, dalam upaya pencegahan paham intoleran dan radikalisme yang dilakukan Densus 88 Antiteror Polri, ada tiga penanganan.

Pertama, memperbanyak kegiatan vaksin dengan mengedukasi masyarakat agar lebih mengetahui terkait dengan paham intoleransi, radikalisme ekstremisme dan terorisme. Sehingga masyarakat tidak mudah terpapar.

Baca Juga:  Ngaben Perdana di Gedung Krematorium Jayaning Singasana Adat Kota Tabanan

Kedua melakukan pemetaan terhadap kelompok-kelompok intoleran khusus di Bali dengan tujuan agar kelompok itu tidak semakin berkembang besar.

“Terakhir adalah pencegahan dengan melakukan kontra narasi dengan memperbanyak narasi-narasi positif terkait dengan toleransi beragama, pentingnya merawat kebinekaan dengan memanfaatkan media sosial dan digital,” ungkap Ipda Nata.

Ia menyebut, dari 16 orang pelaku tindak pidana terorisme yang sudah ditangkap di Bali. Sebagian besar dari mereka terpapar paham radikalisme dan terorisme karena faktor lingkungan kerja. Ada dari perusahaaan karyawan BUMN, Sekolah hingga rumah sakit.

Baca Juga:  Kronologi Penemuan Bayi Perempuan dalam Kardus di Tabanan, Tangisannya Sempat Dikira Suara Kucing

“Itu artinya paparan dari paham radikalisme, intoleran, terorisme di Bali tidak memandang latar belakang pendidikan yang tinggi dan tingkat kemapanan ekonomi itu belum ada jaminan,” ucapnya.

Meskipun ke-16 pelaku sudah tertangkap, tetapi Provinsi Bali masih masuk kategori rendah indeks tindak pidana terorisme. Namun itu tidak menutup kemungkinan masih ada potensi radikalisme yang muncul.

“Kami saat ini sudah mulai melakukan pemetaan lokasi terhadap kelompok-kelompok yang sudah terpapar paham terorisme,” ungkapnya. (ana)