PANTAUBALI.COM, TABANAN – Panitia Khusus (Pansus) III DPRD Kabupaten Tabanan bersama organisasi perangkat daerah (OPD) terkait menggelar rapat kerja membahas Rancangan Peraturan Daerah (Ranperda) tentang Pembangunan Industri Kabupaten Tabanan Tahun 2024–2044 pada Rabu (2/7/2025).
Ranperda ini dirancang untuk menjadi landasan hukum dalam pengembangan sektor industri unggulan di Kabupaten Tabanan, seperti pertanian, tekstil, kerajinan, dan lainnya. Serta rencana pembentukan pabrik penggilingan padi (Rice Milling Unit/RMU) dan pabrik pengolahan pakan ternak.
Ketua Pansus III, I Wayan Lara menyampaikan, Ranperda ini merupakan hal mendesak yang wajib dibentuk. Sebab, Perda Pembangunan Industri akan menjadi dasar hukum dalam pelaksanaan pengembangan industri di Kabupaten Tabanan.
“Dengan adanya perda ini nanti akan bisa diatur apa saja program yang bisa dibuat untuk mendukung pengembangan industri di daerah tersebut. Saya optimis perda ini bisa berjalan ke depan,” ujar Lara usai rapat.
Ia menegaskan untuk segera mengesahkan ranperda tersebut menjadi perda, mengingat Kabupaten Tabanan merupakan salah satu daerah yang belum memiliki regulasi khusus terkait kawasan industri, padahal aturan tersebut merupakan amanat undang-undang.
“Kami mendorong agar perda pembangunan kawasan industri ini segera diparipurnakan. Di Indonesia, mungkin hanya Tabanan yang belum memiliki perda tentang kawasan industri, padahal ini merupakan kewajiban daerah,” jelasnya.
Ada penekanan khusus terkait penguatan ekspor dalam Ranperda Pembangunan Industri, dengan tujuan agar industri di Tabanan tidak hanya berfokus pada pasar lokal, tetapi juga mampu menembus pasar luar negeri. Dengan begitu, kapasitas produksi akan meningkat dan berdampak langsung pada peningkatan Pendapatan Asli Daerah (PAD).
“Nantinya, dengan ekspor yang berjalan, bisa mendatangkan PAD yang besar. Nah, di sinilah peran pemerintah menjadi sangat penting, yakni hadir dalam bentuk perlindungan, pembinaan, pengawasan, dan yang paling utama adalah mendukung pemasaran produk,” ujarnya.
Menurut Lara, Ranperda ini bisa menjadi solusi untuk memperbaiki kondisi industri di Kabupaten Tabanan kedepannya. Misalnya ketika terjadi panen raya komoditas pertanian seperti padi dan buah-buahan, harga hasil panen kerap anjlok.
Dalam kondisi seperti itu, pemerintah harus hadir memberikan pendampingan agar para petani merasa memiliki wadah yang jelas untuk menyalurkan hasil produksi mereka. Dengan pendampingan yang baik, petani akan lebih termotivasi dan bekerja secara optimal, tidak setengah-setengah.
Selain itu, Ranperda ini juga menjadi dasar hukum dalam penataan industri. Salah satu contohnya adalah sentra industri genteng di Desa Pejaten, Kecamatan Kediri. Melalui perda ini, Pemerintah mewajibkan para pengembang perumahan agar menggunakan produk lokal genteng dari Pejaten.
“Kalau tidak diatur, maka mereka cenderung membeli produk dari luar, dan industri lokal menjadi tidak berkembang,” jelasnya.
Sementara itu, Asisten II Setda Tabanan, I Made Gunawan, menjelaskan, sesuai dengan Peraturan Pemerintah Nomor 142 Tahun 2015, kawasan industri idealnya harus memiliki luas minimal 50 hektare dalam satu hamparan. Namun, saat ini Kabupaten Tabanan baru menyiapkan lahan seluas 11 hektare yang berlokasi di Desa Sembung Gede, Kecamatan Kerambitan.
Namun, dalam konteks perencanaan pembangunan kawasan industri di Tabanan, pemerintah daerah mengacu pada Rencana Detail Tata Ruang (RDTR). Dalam RDTR tersebut, terdapat arahan pengembangan industri unggulan di masing-masing kecamatan, baik di sektor pangan, tekstil, maupun sentra-sentra industri lainnya.
“Itulah yang menjadi acuan kami dalam menyusun Ranperda ini. Setiap kecamatan akan diarahkan untuk mengembangkan potensi industri unggulannya masing-masing,” tegasnya. (ana)