PANTAUBALI.COM, TABANAN – Tengah ramai beredar kabar di media sosial soal panti atau yayasan di Kabupaten Tabanan, Bali diduga mengeksploitasi anak asuhnya. Kabarnya bentuk eksploitasi yang terjadi yakni beberapa anak asuhnya dipaksa berjualan dan uang hasil jualannya diserahkan ke yayasan.
Menanggapi hal tersebut, Dinas Sosial, Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (Dinsos P3A) Kabupaten Tabanan menggelar rapat koordinasi pada Selasa (23/6/2025) di Ruang Asisten II Setda Kabupaten Tabanan.
Rapat ini melibatkan Dinsos P3A Provinsi Bali, Komisi IV DPRD Tabanan, Komisi Perlindungan Anak Daerah (KPAD), Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (DPMPTSP) Tabanan, Polres Tabanan, serta Badan Kesbangpol.
Kepala Dinas Sosial P3A Kabupaten Tabanan, I Nyoman Gede Gunawan, mengatakan, rapat tersebut digelar sebagai respons atas ramainya pemberitaan terkait dugaan eksploitasi anak oleh salah satu panti asuhan di Tabanan.
Adapun hasil dari rapat tersebut, pihaknya masih akan menelusuri lebih lanjut, karena ada kemungkinan peristiwa itu sudah lama terjadi namun baru mencuat ke publik.
“Kami akan menelusuri terlebih dahulu karena bisa saja kejadian ini sudah terjadi dua atau tiga bulan lalu dan baru sekarang mencuat. Jadi belum bisa dipastikan apakah ini kasus baru,” ujar Gunawan ditemui usai rapat.
Ia menegaskan, apabila setelah dilakukan penyelidikan terbukti benar bahwa yayasan tersebut melakukan praktik eksploitasi, maka izin operasional yayasan akan dicabut karena sudah tidak memenuhi ketentuan sebagai lembaga pengasuhan anak.
“Namun sebelum itu, kita harus mempertimbangkan juga nasib anak-anak di dalamnya. Tidak cukup hanya mencabut izin, kita harus memastikan mereka akan dibawa ke mana. Itu yang harus kami pikirkan,” tegasnya.
Dalam penelusuran dugaan kasus eksploitasi ini, Dinsos Provinsi dan pihak kepolisian akan melakukan penyelidikan. Mengingat adanya indikasi eksploitasi anak, maka Unit Perlindungan Perempuan dan Anak (PPA) juga turut dilibatkan. “Setelah penelusuran dan terkumpulnya bukti yang kuat, kami baru akan memanggil pengurus yayasan untuk dimintai keterangan,” tambahnya.
Terkait kewenangan pengelolaan panti, Gunawan menjelaskan, sesuai Permensos Nomor 9 Tahun 2018 dan Standar Pelayanan Minimal (SPM), tanggung jawab rehabilitasi anak terlantar yang berada di luar panti adalah kewenangan Dinsos Kabupaten, sementara anak di dalam panti menjadi kewenangan Dinsos Provinsi. Oleh karena itu, bantuan kepada yayasan atau panti biasanya diberikan oleh provinsi.
Namun demikian, kewenangan perpanjangan izin operasional tetap berada di tingkat kabupaten. “Setiap kami akan memperpanjang izin, tentu ada proses pengecekan, termasuk soal jumlah pengasuh, kelayakan sarana, dan sebagainya. Rekomendasi perizinan tetap berasal dari kami,” ungkapnya.
Gunawan menambahkan, saat ini tercatat ada 19 panti di Kabupaten Tabanan, dengan 9 di antaranya sudah terakreditasi oleh Kementerian Sosial. Meski begitu, seluruh panti tersebut telah memiliki akta pendirian dari Kemenkumham.
Sementara itu, Ketua Komisi IV DPRD Tabanan I Gusti Komang Wastana menyampaikan keprihatinan atas kabar tersebut dan menegaskan pentingnya fungsi pengawasan terhadap seluruh panti di Tabanan.
“Kami akan cek langsung apakah 19 panti yang ada sudah memenuhi standar pelayanan dan akreditasi. Jangan sampai rasio anak dan pengasuh tidak seimbang, atau ada kekurangan dalam sarana, prasarana, dan gizi anak,” ujarnya.
Ia juga menegaskan, jika terbukti ada pelanggaran, maka penindakan tegas akan dilakukan. “Namun karena saat ini informasinya masih berupa pemberitaan, kami harus turun langsung ke lapangan untuk memastikan kebenarannya. Jangan sampai ini hanya isu lama yang kembali diangkat,” lanjutnya.
Wastana menambahkan, penutupan panti asuhan bukan hal mudah dan tidak bisa dilakukan sembarangan tanpa bukti kuat. “Kalau benar terbukti, tentu akan kami bawa ke jalur hukum. Tidak boleh ada kesan pembiaran,” tegasnya.
Gunawan juga berharap ke depan setiap panti secara rutin melaporkan perkembangan kegiatan, anggaran, pembiayaan, dan sumber dana operasional mereka.
Hal ini demi menghindari persoalan panti asuhan yang ada di Tabanan, seperti kasus sindikat jual beli bayi yang pernah terjadi di Panti Asuhan Bali Luwih di Banjar Sanggulan, Desa Banjar Anyar, Kediri.
“Selama ini pelaporan memang sudah berjalan, tetapi jangan sampai pengawasan hanya dilakukan setelah muncul masalah,” pungkas Gunawan. (ana)