Mengenal Mekotek, Tradisi Penolak Bala di Desa Munggu Badung saat Kuningan

Tradisi Mekotek di Desa Munggu, Kecamatan Mengwi, Badung, Bali
Tradisi Mekotek di Desa Munggu, Kecamatan Mengwi, Badung, Bali

PANTAUBALI.COM, BADUNG – Mekotek merupakan tradisi turun temurun yang dilaksanakan warga Desa Munggu, Kecamatan Mengwi, Badung, Bali, setiap enam bulan sekali bertepatan dengan Hari Raya Kuningan.

Seperti halnya hari raya Kuningan yang diperingati umat Hindu pada Sabtu (9/3/2024) ini. Sebanyak 12 Banjar Adat dan 10 Banjar Dinas mengikuti tradisi Mekotek di Desa Adat Munggu.

Warga yang mengikuti mekotek ini terdiri dari anak-anak, remaja hingga orang tua. Mereka masing-masing membawa kayu panjang dan disatukan membentuk lingkaran.

Kemudian ada satu atau dua orang yang naik ke atas kayu. Dengan diiringi gamelan baleganjur, mereka akan berjalan keliling desa.

Perbekel Desa Munggu I Ketut Darta menerangkan, tradisi Mekotek sendiri telah ada jauh sebelum jaman penjajahan. Tradisi ini yang melambangkan kemenangan setelah peperangan, serta bertujuan untuk tolak bala serta hal negatif di Desa Munggu.

Baca Juga:  Semarak Pembukaan HUT Ke-531 Kota Singasana Tabanan

“Tradisi ini tradisi langka dan unik, karena hanya ada di Desa kami, bahkan di seluruh Indonesia sekalipun. Berdasarkan petuah penglingsir (orang yang dituakan) kami, jika tradisi ini tidak dilaksanakan, maka dipercaya akan datangnya musibah, bencana alam atau grubug (penyakit) karena pernah sempat tidak dilaksanakan, desa mengalami grubug yang mendadak,” ujarnya.

Ia menyebut, dalam pelaksaannya, tradisi Mekotek ini awalnya menggunakan tombak dengan senjata tajam di atasnya. Namun, saat penjajahan Belanda itu dilarang serta digantikan menggunakan bahan yang lebih aman yang berbahan kayu.

Baca Juga:  Amankan Pilkada Badung 2024, Ratusan Personel Gabungan Diterjunkan 

“Kayu yang digunakan bukan kayu sembarangan, kita menggunakan yang namanya kayu Pulet. Kenapa dipilih kayu pulet? Karena teksturnya yang kuat serta lentur, sehingga meminimalisir kecelakaan,” ujarnya.

Sebelum tradisi ini dimulai, terdapat serangkaian upacara yang dilakukan seperti, pecaruan dan mepekeling di Pura Dalem sebelum akhirnya mengitari Desa Munggu.

“Khusus tahun ini yang kebetulan berdekatan dengan hari raya Nyepi, peserta dari pemuda sedikit berkurang, dikarenakan mereka terlalu banyak kegiatan dan harus mempersiapkan ogoh-ogohnya. Tetapi semangat mereka tetap berkobar,” imbuh Darta.

Baca Juga:  1000 Pohon Pala Ditanam di Hutan Pala Sangeh untuk Pelestarian Lingkungan

Dirinya berharap, tradisi turun-temurun ini bisa tetap dilestarikan oleh generasi muda serta dalam pelaksanaannya bisa berjalan dengan suka cita.

“Semoga tradisi ini tetap dilanjutkan oleh generasi-generasi selanjutnya sampai kapan pun, serta berjalan dengan aman, nyaman dan senang hati,” tutupnya. (jas)