Didaulat Sebagai Narasumber, Ny. Putri Koster Dorong Para Ibu Ajarkan Anak Nilai-nilai Moderasi

Ny. Putri Suastini Koster didaulat sebagai narasumber dalam acara Penguatan Moderasi Beragama Bagi Wanita Buddhis di Provinsi Bali, Selasa (7/3/2023).
Ny. Putri Suastini Koster didaulat sebagai narasumber dalam acara Penguatan Moderasi Beragama Bagi Wanita Buddhis di Provinsi Bali, Selasa (7/3/2023).

PANTAUBALI.COM, DENPASAR – Ketua TP PKK Provinsi Bali Ny. Putri Suastini Koster didaulat sebagai narasumber dalam acara Penguatan Moderasi Beragama Bagi Wanita Buddhis di Provinsi Bali tahun 2023 yang diselenggarakan Organisasi Wanita Buddhis Provinsi Bali, Selasa (7/3/2023).

Ny. Putri Koster saat membawakan materi terkait peran perempuan dalam mewujudkan moderasi beragama memaparkan,  pengertian moderasi sendiri adalah sikap mental dalam mengurangi kekerasan, atau menghindari keekstreman dalam praktik.

Moderasi beragama merupakan konsep yang diharapkan dapat diimplementasikan oleh seluruh umat beragama di Indonesia sehingga tercipta kerukunan intraumat beragama, antarumat beragama dan antarumat beragama dengan pemerintah.

Guna memupuk karakter moderasi pada generasi muda maka peran seorang ibu dalam keluarga sangat penting, untuk mengajarkan anak-anak mengenai pendidikan karakter mental yang berbudi pekerti luhur, sehingga ketika sang anak masuk dalam lingkup masyarakat maka mereka akan memiliki karakter yang baik.

“Jadi pendidikan moderasi harus dimulai dari tingkat keluarga, dimana peran seorang ibu sangat penting dalam memberikan pendidikan karakter budi pekerti luhur, sehingga ketika anak-anak terjun ke masyarakat mereka sudah siap menjadi pribadi yang baik, yang memiliki toleransi, dan sikap-sikap positif lainnya,” ungkap Ny. Putri Koster.

Baca Juga:  Jaya-Wibawa Menang Telak di Sejumlah TPS

Bunda Putri–sapaan akrab Ny. Putri Koster, menambahkan, Indonesia memiliki semboyan Bhineka Tunggal Ika yang berarti berbeda-beda tetapi satu juga, artinya meskipun bangsa dan negara Indonesia terdiri atas beraneka ragam suku bangsa yang memiliki kebudayaan dan adat-istiadat yang bermacam-macam serta beraneka ragam kepulauan wilayah negara Indonesia, namun merupakan suatu persatuan, yaitu bangsa dan negara Indonesia. Jadi dalam menjunjung tinggi semboyan ini maka moderasi dalam beragama harus ditanamkan dengan baik pada masyarakat Indonesia.

Di Bali sendiri, kata Bunda Putri, pembauran Kebhinekaan tersebut sangat indah, dimana pulau yang memiliki mayoritas Hindu ini ditinggali oleh banyak suku dan agama, namun sampai saat ini kerukunan, keharmonisan dan toleransi masih tetap terjaga dengan baik.

Baca Juga:  Polda Bali Sita 1,6 Ton Ikan Diduga Hasil Ilegal Fishing di Pelabuhan Gilimanuk

“Sampai saat ini dan kita berdoa untuk seterusnya, walaupun Bali ditinggali oleh berbagai suku, etnis dan agama tapi tidak pernah ada berantem-berantem, kerukunan dan saling toleransi sangat tinggi disini, maka dari itu Bali memiliki pelangi kebhinekaan yang sangat indah dan itu harus kita pertahankan bersama,” tegasnya.

Bali merupakan daerah dengan seribu keragaman budaya, salah satunya akulturasi budaya Cina yang merupakan sejarah dari Barong Landung. Diceritakan pada jaman Bali Kuno terdapat sebuah kerajaan bernama Kerajaan Balingkang. Kerajaan tersebut dipimpin oleh Raja yang bernama Sri Jaya Pangus.

Kerajaan yang dipimpin Sri Jaya Pangus amatlah makmur dari segi militer maupun   perdagangan. Singkat cerita,  datanglah seorang pedagang kaya raya asal Cina tertarik menjalin hubungan kerja sama dengan Raja Sri Jaya Pangus. Pedagang Cina tersebut memiliki putri  sangat cantik, yakni Kang Ching Wei yang membuat Sri Jaya Pangus jatuh cinta hingga akhirnya menikah.

Baca Juga:  Pria di Karangasem Terciduk Jual BBM Subsidi Ilegal Pakai Mobil Modifikasi

“Inilah perwujudan akulturasi budaya Cina dengan Hindu Bali, menggambarkan Barong Landung yang perempuan berwajah wanita Cina cantik, dan yang pria berjawah seram denan taring yang panjang, ini adalah wujud dari ajaran “Rwa Bhineda” yang membedakan baik dan buruk,” ucapnya

Menurutnya, dengan sejarah-sejarah yang ada dan ditambah kebiasaan masyarakat Bali yang rukun hidup berdampingan sampai saat ini patut dilestarikan. Karenanya, ia berharap para ibu dapat memupuk rasa moderasi kepada generasi muda yang dimulai dari tingkat keluarga.

Dalam acara tersebut dihadiri 70 orang peserta berasal dari perwakilan Wanita Buddhis di 9 Kabupaten/Kota di Bali. (agn)