DENPASAR – Pantaubali.com – Guna mengatur tata kelola pariwisata Bali kearah yang lebih baik maka Gubernur Bali, mengeluarkan Pergub Nombor 28 Tahun 2020 terkait tata kelola Pariwisata Bali, adapun dasar dan tujuan dari Pergub tersebut menurut Gubernur Bali,Wayan Koster menyampaikan, bahwa penyelenggaraan Pariwisata Bali perlu dikelola dengan baik untuk memastikan kualitas dan keberlanjutan Pariwisata Bali sesuai dengan visi pembangunan daerah “Nangun Sat Kerthi Loka Bali” melalui Pola Pembangunan Semesta Berencana menuju Bali Era Baru.
Tata kelola pariwisata Bali dilakukan dalam satu kesatuan wilayah, satu pulau, satu pola, dan satu tata kelola yang bertujuan antara lain, menata pengelolaan penyelenggaraan Pariwisata Bali,Meningkatkan kinerja tata kelola penyelenggaraan, pembinaan, pengawasan dan evaluasi,Memberikan kepastian hukum, keamanan, dan kenyamanan bagi wisatawan terhadap produk Pariwisata yang ditawarkan,Memberikan jaminan kepastian hukum bagi pelaku industri Pariwisata dalam menyelenggarakan Tata Kelola Pariwisata yang berkualitas dan berkelanjutan; dan Menyediakan informasi bagi semua pihak yang berkepentingan dalam penyelenggaraan
Selanjutnya beberapa tujuan lainya Gubernur Bali melanjutkan, terkait usaha Pariwisata yang meliputi 14 poin penting mulai daya tarik wisata sampai dengan wisata kesehatan,Tata Kelola Usaha Pariwisata yang salah satu pointnya berisi terkait dengan Wisatawan yang berkunjung ke Bali merupakan wisatawan yang berkualitas dengan berisi 7 point penting didalamnya.
“Adapun beberapa point terkandung didalamnya mulai dari, menghormati nilai-nilai budaya, tradisi, dan kearifan lokal sampai pada berperilaku tertib dengan selalu menggunakan sarana transportasi usaha jasa perjalanan wisata,” jelasnya.
Kemudian terkait dengan tata kelola daya tarik wisata, yang dapat berupa alam, budaya, spiritual, buatan dan/atau gabungan yang berbasis kearifan lokal, ramah lingkungan, dan berkelanjutan. Daya tarik wisata harus menjamin kepuasan wisatawan, pelestarian budaya, alam, dan pemberdayaan sumber daya lokal. Daya tarik wisata harus menyediakan produk kerajinan rakyat yang menjadi penciri (ikon) di wilayah destinasi wisata. Produk kerajinan rakyat hanya boleh dijual di destinasi tersebut.
“Adapun pemberdayaan sumber daya lokal meliputi, pengelola, tenaga kerja, komoditas, produk dan investasi. Daya tarik wisata dikelola secara profesional, melembaga, dan berbasis digital. Sistem pembayaran satu pintu/tiket tunggal meliputi: tiket masuk; parkir; transportasi dalam kawasan; pemandu wisata khusus; busana adat; tempat penitipan barang; dan toilet,” bebernya.
Selanjutnya, terkait tata kelola di kawasan Pariwisata dengan paling sedikit meliputi, hotel atau jenis akomodasi lainnya; restoran atau rumah makan; dan daya tarik wisata. Dalam pengembangan kawasan pariwisata dilarang yaitu,menggusur masyarakat adat, menutup akses masyarakat lokal, menguasai area publik, memindahkan sarana umum; dan merusak dan/atau mencemari alam dan lingkungan.
“Pengelola kawasan pariwisata dan pengusaha pariwisata di kawasan Pariwisata harus berkomitmen untuk mewujudkan pariwisata yang berbasis budaya, berkualitas, ramah lingkungan, dan berkelanjutan. Pengelola kawasan pariwisata harus menyediakan ruang bagi pelaku Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) untuk memasarkan dan menjual produk yang dihasilkannya. Dalam rangka mewujudkan pariwisata yang berkualitas dan berkelanjutan,pengelola kawasan pariwisata bekerjasama dengan pengusaha pariwisata membuat kesepakatan untuk mencegah terjadinya persaingan tidak sehat antar hotel, restoran, dan daya tarik wisata,” paparnya.
Selain itu Dirinya menambahkan dalam Pergub juga tertuang point penting lainnya seperti terkait, Tata Kelola Jasa Transportasi Pariwisata, Tata Kelola Usaha Jasa Perjalanan Wisata,Tata Kelola Jasa Makanan dan Minuman, Tata Kelola Penyediaan Akomodasi, Tata Kelola Penyelenggaraan Kegiatan Hiburan dan Rekreasi dan terakhir terkait dengan Tata Kelola Wisata Kesehatan