PANTAUBALI.COM, TABANAN – Meski memiliki 31 desa wisata hingga tahun 2024, pengembangan desa wisata di Kabupaten Tabanan masih jauh dari harapan.
Dinas Pariwisata Kabupaten Tabanan mencatat, dari total tersebut, hanya satu desa wisata yang sudah berstatus maju, yakni Desa Pinge di Kecamatan Marga. Sisanya, 15 desa berstatus berkembang dan 15 lainnya masih dalam tahap rintisan.
Kepala Dinas Pariwisata Kabupaten Tabanan, A.A. Ngurah Agung Satria Tenaya, mengungkapkan sejumlah faktor utama yang menyebabkan desa wisata di Tabanan belum menunjukkan kemajuan signifikan. Salah satunya adalah lemahnya pengelolaan oleh Kelompok Sadar Wisata (Pokdarwis).
“Beberapa pokdarwis belum optimal dalam mengelola potensi desanya. Tidak ada inovasi dalam pengembangan wisata, belum ada kerjasama dengan BUMDes, dan akibatnya mereka tidak bisa menarik retribusi secara resmi,” ujar Agung Satria, Rabu (18/6/2025).
Menurunnya, jika pokdarwis mampu menjalin kemitraan dengan BUMDes, maka bisa dibuat sistem tiket masuk atau kontribusi wisatawan yang hasilnya dapat digunakan untuk penataan dan peningkatan fasilitas.
“Saat ini yang menarik retribusi baru donatur saja. Padahal potensi sangat besar jika dikelola serius,” tegasnya.
Selain itu, desa wisata berstatus rintisan dinilai belum mampu menggali potensi secara maksimal. Sarana prasarana wisata masih terbatas, kunjungan wisatawan rendah, dan kesadaran masyarakat terhadap pentingnya sektor pariwisata belum tumbuh.
Dispar Tabanan menemukan adanya hambatan dari sisi akses ke lokasi, belum adanya inovasi destinasi, hingga menurunnya kunjungan akibat efisiensi anggaran rombongan wisata domestik.
Meski demikian, ada beberapa titik yang mulai menunjukkan geliat positif. Salah satunya adalah Desa Tajen di Kecamatan Penebel. “Sudah mulai tampak ada upaya dari masyarakat untuk mengembangkan potensi desa wisatanya,” ujarnya.
Sebagai upaya percepatan, Dispar Tabanan kini gencar melakukan promosi melalui media sosial, website resmi, serta menjalin kerjasama dengan Badan Promosi Pariwisata Daerah (BPPD). Selain itu, pihaknya juga rutin melakukan evaluasi langsung ke desa wisata.
“Kami turun langsung ke desa-desa untuk mengevaluasi dan melihat kondisinya. Pendampingan sangat diperlukan agar pengelolaan desa wisata bisa berkelanjutan,” pungkas Agung Satria. (ana)