Polda Bali Sita 1,6 Ton Ikan Diduga Hasil Ilegal Fishing di Pelabuhan Gilimanuk

Polda Bali gagalkan pengiriman 1,6 ton ikan dan belut sawah di Pelabuhan Gilimanuk
Polda Bali gagalkan pengiriman 1,6 ton ikan dan belut sawah di Pelabuhan Gilimanuk

PANTAUBALI.COM, DENPASAR – Aparat Ditreskrimsus Polda Bali mengamankan sebuah mobil pick-up putih yang mengangkut berbagai jenis ikan laut dan belut, diduga hasil praktik illegal fishing. Penindakan ini berlangsung di depan pos pemeriksaan Pelabuhan Gilimanuk, Selasa (12/11). Pelaku berinisial S, yang bertugas sebagai pengirim, tidak dapat menunjukkan dokumen resmi maupun sertifikat kesehatan ikan yang diangkutnya.

Kasubdit IV Ditreskrimsus, AKBP Iqbal Sengaji, mengungkapkan bahwa ikan-ikan tersebut berasal dari Jember, Jawa Timur, dan rencananya akan dikirim ke Bali menggunakan mobil pick-up. Untuk pengemasan, pelaku menggunakan box sterofoam dan terpal.

“Ketika diperiksa, pelaku dan sopir tidak memiliki sertifikat kesehatan ikan maupun dokumen lain yang diwajibkan dalam pengangkutan hasil laut,” ujar Iqbal pada Jumat (29/11).

Baca Juga:  Pria di Karangasem Terciduk Jual BBM Subsidi Ilegal Pakai Mobil Modifikasi

Barang Bukti 1,6 Ton Ikan

Dari pengungkapan ini, polisi berhasil mengamankan barang bukti berupa:

529 kg ikan marlin
546 kg ikan mahi-mahi
199 kg ikan gogokan
90 kg belut sawah
68,5 kg ikan tenggiri
55 kg ikan kerapu
27,5 kg ikan tongkol
24 kg ikan kakap merah
14,5 kg ikan cakalang
13 kg ikan campuran
5,5 kg ikan barakuda
10 kg ikan cakal
161 kg ikan kembung
Selain itu, turut disita satu unit mobil pick-up putih, 15 box sterofoam, dua terpal, satu box fiber, serta tiket penyeberangan dari Pelabuhan Ketapang menuju Gilimanuk.

Potensi Penyebaran Penyakit

Baca Juga:  Imigrasi Denpasar Tangkap 6 WNA Terlibat Kejahatan Prostitusi - Pencurian

Polisi kini sedang menyelidiki apakah ikan-ikan tersebut layak dikonsumsi atau berpotensi menyebarkan penyakit.

“Tanpa sertifikat kesehatan, ikan yang dijual kepada masyarakat bisa menjadi sumber penyebaran penyakit,” tambah Iqbal.

Pelaku terancam dijerat dengan Pasal 88 Ayat 1 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2004 tentang Perikanan, sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 45 Tahun 2009. Ancaman hukumannya adalah pidana penjara maksimal dua tahun serta denda hingga Rp2 miliar. (*)