Imbas Aksi Protes Warga, Belasan Travel Agen Batalkan Kunjungan ke DTW Jatiluwih

Manager Daya Tarik Wisata (DTW) Jatiluwih I Ketut Purna.
Manager Daya Tarik Wisata (DTW) Jatiluwih I Ketut Purna.

PANTAUBALI.COM, TABANAN – Aksi protes petani dan warga di sekitar Kawasan Daya Tarik Wisata (DTW) Jatiluwih dengan pemasangan seng berdampak langsung pada aktivitas pariwisata.

Hal itu disampaikan oleh, Manager DTW Jatiluwih I Ketut Purna mengungkapkan, belasan travel agen membatalkan kunjungan usai ramainya pemberitaan aksi protes petani dan warga di Jatiluwih.

“Hari ini saja sudah lebih dari 10 travel agen membatalkan kunjungan. Mereka mempertimbangkan faktor keselamatan,” ujarnya ketika dikonfirmasi Jumat (5/12/2025).

Atas kondisi tersebut, pria yg akrab disapa Jhon itu mengaku pihaknya akan menyurati Badan Pengelola agar persoalan ini mendapatkan solusi tindak lanjut sebab persoalan pemasangan seng bukan merupakan kewenangan pihak manajemen operasional.

“Saya akan kirim surat ke Badan Pengelola agar persoalan ini benar-benar diperhatikan dan ditindaklanjuti. Tugas kami sebagai manajemen pengelola adalah menjaga pariwisata, memastikan tamu datang dan kembali datang,” ujarnya.

Baca Juga:  Transaksi HUT Kota Singasana Capai Rp4 Miliar

Disinggung mengenai kontribusi pengelola DTW Jatiluwih kepada para petani yang sempat mendapat komplain, Jhon mengatakan sejumlah bantuan sebagai bentuk kontribusi sudah diberikan kepada petani, bahkan kedepan akan ditingkatkan.

Bantuan yang diberikan berupa bibit gratis dan pupuk urea sesuai kebutuhan para petani di Subak Jatiluwih. Selain itu, DTW mengalokasikan dana Rp 30 juta per tempek untuk upacara Ngusaba Agung, serta Rp7 juta untuk Ngusaba alit.

Baca Juga:  Mulai 2026, TPA Mandung Hanya Terima Sampah Terpilah

Selain itu, rencananya mulai Desember 2025, DTW juga menyiapkan bantuan olah lahan sebesar Rp 2,5 juta per hektare atau Rp 25 ribu per are untuk petani saat memulai musim tanam.

“Sebelumnya kami juga telah memberikan bantuan operasional kepada subak sejak Mei 2025, berupa Rp 2 juta per bulan untuk tempek Besi Kalung, sedangkan tempek di luar wilayah inti menerima Rp 750 ribu per bulan,” jelasnya.

Saat ini, manajemen masih menunggu jadwal pertemuan dengan tujuh tempek di kawasan Jatiluwih yakni Telabah Gede, Besi Kalung, Uma Dwi, Gunung Sari, Uma Kayu, Kesambi, dan Kedamian.

Baca Juga:  DPRD Tabanan Minta Pemkab Pastikan Bantuan Rumah Layak Huni Tepat Penerima

Lebih lanjut, Jhon menyebut, berdasarkan aturan sebelumnya yang ia ketahui, masyarakat diperbolehkan mendirikan bangunan berukuran 3 x 6 meter di area sawah untuk keperluan berteduh, menyimpan alat pertanian, atau untuk ternak para petani.

Jika petani ingin memanfaatkannya untuk berjualan, masih diperbolehkan selama bentuk bangunannya menyerupai kandang sapi.

“Kita harus melihat ini untuk jangka panjang, untuk anak dan cucu. Jangan sampai Jatiluwih ditinggalkan UNESCO. Demi keberlanjutan, aturan tetap harus ditegakkan,” tegasnya. (ana)