PANTAUBALI.COM, TABANAN – Ketua DPRD Tabanan, I Nyoman Arnawa, menegaskan bahwa banjir di Perumahan Lembah Sanggulan, Desa Banjar Anyar, Kecamatan Kediri, bukan hanya disebabkan faktor alam. Menurutnya, penyebab utama bencana tersebut adalah ulah manusia, khususnya pembangunan liar yang melanggar aturan sempadan sungai.
Banjir yang terjadi pada Rabu (10/9/2025) lalu dipicu oleh luapan Sungai Tukad Dati. Akibatnya, lima rumah warga ambruk dan 33 rumah lainnya terendam. Arnawa menilai kondisi itu jelas berkaitan dengan bangunan yang berdiri tidak sesuai tata ruang.
“Bangunan itu sudah jelas menyalahi tata ruang. Ke depan, instansi terkait harus lebih teliti melihat persoalan ini. Jangan sampai ada masalah lagi akibat bangunan yang melanggar tata ruang atau berdiri di sempadan sungai,” tegas Arnawa seusai menghadiri Rapat Kerja dengan TAPD Tabanan, Rabu (17/9/2025).
Politisi PDIP yang akrab disapa Komet ini menyebut sedikitnya lima bangunan di kawasan tersebut berdiri tidak layak karena berada tepat di sempadan sungai bahkan di atas jembatan. Ia meminta OPD terkait segera berkomunikasi dengan pemilik bangunan, sekaligus memberikan solusi berupa penggantian atau kompensasi bagi warga yang rumahnya ambruk.
“Ini bukan sekadar persoalan estetika tata ruang, tetapi soal keselamatan. Bangunan berdiri di jalur air, dan itu pelanggaran serius,” ujarnya.
Arnawa menambahkan, fakta di lapangan menunjukkan masih banyak warga membangun tanpa izin dan mengabaikan aturan. Hal tersebut bukan hanya merusak tata ruang, tetapi juga memperparah banjir karena menutup jalur aliran air.
“Air tidak salah, yang salah manusia. Kalau jalurnya ditutup, air pasti mencari jalan lain, dan akhirnya merendam rumah warga,” tandasnya.
Selain itu, bentuk aliran Tukad Dati yang menikung serta kecilnya terowongan air juga memperparah dampak banjir. Untuk itu, Arnawa mendesak pemerintah segera melakukan normalisasi sungai dengan meluruskan aliran agar debit air saat hujan deras dapat tertampung dengan baik.
“Pelanggaran yang dilakukan pengembang harus ditindak tegas. Lahan produktif juga wajib dijaga agar tidak dimanfaatkan sembarangan. Eksekutif harus konsisten menjaga kawasan supaya kejadian seperti ini tidak terulang lagi,” katanya.
Ia juga menekankan pentingnya pengawasan ketat dari Dinas PUPRPKP sebelum mengeluarkan izin bangunan. Hal itu untuk memastikan tidak ada lagi bangunan yang melanggar sempadan sungai maupun aturan tata ruang.
“Tata ruang sudah jelas ditegaskan Gubernur Bali. Lahan produktif tidak boleh digunakan sembarangan. Ini harus diawasi dengan serius, dan legislatif akan ikut mengawal demi keberlanjutan Bali seratus tahun ke depan,” jelasnya.
Meski begitu, Arnawa mengingatkan pendekatan persuasif perlu dilakukan terlebih dahulu kepada pelanggar. Namun, bila tidak ada itikad baik, maka penegakan hukum harus dijalankan.
“Kalau sudah diperingatkan tapi tetap membandel, tindakan tegas harus diambil. Ini bukan soal suka atau tidak suka, melainkan demi keselamatan bersama,” ujarnya.
Di akhir pernyataannya, Arnawa berpesan agar masyarakat tidak egois dalam membangun. “Kesalahan kecil dari segelintir orang bisa berdampak besar bagi ribuan warga lain. Sungai tidak boleh dipermainkan, kalau tidak dijaga, kita semua akan menanggung akibatnya,” pungkasnya.
Menanggapi hal itu, Sekda Tabanan I Gede Susila menyebut pihaknya nanti akan berkoordinasi dengan Bupati Tabanan serta OPD terkait lainnya. “Kami koordinasikan dulu dengan Bapak Bupati. Sekarang kami lihat tindak lanjut bembersihan pasca bencana seperti sampah,” jelasnya. (ana)