TABANAN – Pantaubali.com – Pencabutan status Warisan Budaya Dunia (WBD) Jatiluwih oleh UNESCO mulai disikapi serius oleh Komisi IV DPRD Tabanan dengan menggelar rapat kerja bersama Dinas Kebudayaan Tabanan.
Rapat kerja yang berlangsung di ruang rapat DPRD Tabanan Jumat ( 17 Mei 2019) dihadiri langsung Ketua Komisi IV I Made Dirga besama beberapa anggotanya, hadir juga Kepala Dinas Kebudayaan Tabanan I Gusti Ngurah Supanji .
Mengawali rapat kerja tersebut Ketua Komisi IV DPRD Tabanan I Made Dirga menegaskan rapat kerja itu bertujuan untuk mendengarkan penjelasan dari Kepala Dinas Kebudayaan Kabupaten Tabanan agar bisa meluruskan pemberitaan yang beredar di masyarakat.
Pada kesempatna itu Kadis Kebudayaan Kabupaten Tabanan, I Gusti Ngurah Supanji menjelaskan adanya permasalahan WBD Jatiluwih dikarenakan adanya landasan helipad di Jatiluwih, serta adanya usulan untuk dicabutnya status WBD jatiluwih khususnya lagi WBD Subak yang ada di Provinsi Bali. Adanya helipad di Jatiluwih hanya memakan lahan seluas 3×3 saja yang merupakan tanah gundukan yang diratakan. Ketika ada helikopter yang mendarat banyak yang manfaatkan untuk selfie yang akhirnya pihaknya mendapat teguran dari UNESCO.
“Pada dasarnya mereka yang selfiekan framenya terbatas sehingga masyarakat yang melihat langsung ke lokasi pasti akan beda pendapatnya dengan masyarakat yang hanya melihat melalui medsos. Dan kawasan helipad sebenarnya digunakan sebagai kawasan untuk berkumpul sebagai tempat meeting poin,” tuturnya.
Supanji menambahkan, Pada dasarnya yang menjadi WBD merupakan areal subak yang diplesetkan menjadi WBD Jatiluwih. Jadi kalau bicara WBD subak luasnya mencapai 17.336 ha yang terdiri dari sawah basah, sawah kering, hutan, pemukiman. Selain itu juga pihak Pemda tidak pernah mendapatkan kontribusi dari adanya WBD yang diberikan oleh Unesco, dan kesejahteraan yang didapatkan merupakan murni dari hasil masyarakat sekitar dalam bekerja sebagai petani.
“Yang ditetapkan oleh WBD adalah Subak yang luasnya mencapai 17,336 ha sedangkan Jatiluwih sebagai kawasan cagar budaya, jadi salah itu memberikan nama WBD Jatiluwih,” jelasnya
Ketua Komisi IV I Made Dirga mengatakan, setelah mendengar penjelasan dari Kadis Kebudayaan pihaknya membenarkan bahwa WBD tersebut adalah WBD Subak, bukan WBD Jatiluwih, dimana leading sektor dari WBD Subak bukanlah berada pada Pemda Tabanan, tetapi ada pada kewenangan pusat. “Jadi kalau kita yang ada di Tabanan tidak bisa melakukan apa-apa untuk WBD ini ya buat apa? Tetapi kalau WBD bisa memberikan dampak positif untuk Tabanan dalam mensejahterakan masyarakatnya ya mari berbuat,” ungkapnya.
Dirga berharap kepada pemerintah agar bisa menjelaskan kepada masyarakat tentang arti dari WBD, sehingga masyarakat dan pemerintah bisa melakukan sebagaimana mestinya. Sebab tidak bisa dipungkiri dengan adanya WBD subak di Jatiluwih kehidupan masyarakat disana mengalami perubahan ekonomi, begitu juga infrastruktur di Jatiluwih jelas sudah mengalami perkembangan yang pesat.
“Jangan dipungkiri adanya WBD subak di Jatiluwih sangat berdampak sekali, tetapi jangan lupa tujuan dari WBD juga harus kita penuhi agar semua bisa berjalan,” pungkasnya.