PANTAUBALI.COM, TABANAN – Pemerintah Provinsi Bali melalui BPBD Provinsi Bali menggelar Apel Siaga Bencana Hidrometeorologi 2025-2026 untuk memperkuat kolaborasi kesiapsiagaan menghadapi puncak musim hujan.
Apel ini merupakan tindak lanjut mandat Presiden melalui Kementerian Dalam Negeri kepada seluruh pemerintah daerah untuk mengoptimalkan upaya pencegahan dan penanganan bencana akibat cuaca ekstrem.
Bertindak sebagai Inspektur Upacara, Sekretaris Daerah Provinsi Bali, Dewa Indra, menegaskan bahwa kesiapsiagaan adalah tugas negara yang harus dijalankan secara disiplin, terpadu, dan berkelanjutan. Dalam arahannya, Sekda Dewa Indra menekankan, mandat nasional tersebut sejalan dengan arah pembangunan Bali. Ia menjelaskan bahwa mitigasi bencana telah lama menjadi kebijakan fundamental daerah melalui visi Nangun Sad Kerthi Loka Bali yang dirumuskan oleh Gubernur Bali, Wayan Koster.
Visi tersebut bersumber dari nilai-nilai mulia Sad Kerthi (Atma Kerthi, Segara Kerthi, Danu Kerthi, Wana Kerthi, Jana Kerthi, dan Jagat Kerthi) yang memuliakan jiwa manusia; laut dan pesisir; air; hutan dan lingkungan hidup; permukiman; serta alam semesta sebagai satu kesatuan ekosistem. Dalam konteks kebencanaan, nilai-nilai ini bermakna perlindungan menyeluruh terhadap kehidupan dan ruang hidup masyarakat Bali.
Apel siaga ini sekaligus menjadi momentum evaluasi menyeluruh terhadap kejadian bencana di Bali. Berdasarkan data BPBD kabupaten/kota yang dihimpun melalui Sistem Informasi Kebencanaan, sepanjang Januari hingga akhir Oktober 2025 tercatat sedikitnya 50 kejadian bencana, didominasi cuaca ekstrem dan banjir, yang mengakibatkan 41 korban meninggal, 18 luka-luka, 812 warga mengungsi atau terdampak, kerusakan 1.463 bangunan, 129 jaringan jalan dan jembatan, serta luas lahan terbakar sekitar 76 hektare, dengan estimasi kerugian kurang lebih mencapai Rp145,4 miliar.
Dibandingkan dengan periode 2024, sepanjang Januari hingga akhir Desember 2024 tercatat 41 kejadian bencana yang menyebabkan 33 korban meninggal, 21 luka-luka, kerusakan 391 bangunan dan 1 jaringan jalan serta jembatan, pendistribusian air bersih sebanyak 1.604 ribu liter, serta luas lahan terbakar 295,33 hektare dengan estimasi kerugian sekitar Rp11,8 miliar. Data komparatif ini menunjukkan bahwa bencana hidrometeorologi di Bali tidak hanya meningkat frekuensinya dari tahun ke tahun, tetapi juga semakin besar dampaknya terhadap keselamatan, sosial ekonomi, dan infrastruktur masyarakat.
Memasuki Desember 2025 hingga Februari 2026, curah hujan diprediksi terus meningkat dengan puncak musim hujan pada Januari-Februari. Karena itu, kewaspadaan terhadap potensi banjir dan longsor perlu diperkuat di seluruh wilayah Bali. Sejumlah daerah dataran rendah dan bantaran sungai di Denpasar, Badung, Gianyar, Tabanan, dan Jembrana berpotensi terdampak banjir, sementara kawasan perbukitan seperti Bangli, Karangasem, Buleleng, Tabanan, dan sebagian Gianyar perlu mewaspadai risiko longsor saat hujan berintensitas tinggi.
Sekda menegaskan bahwa kesiapsiagaan harus dilakukan secara menyeluruh, terutama terkait kesiapan personel dan peralatan, jalur komunikasi, tempat evakuasi, serta respons cepat ketika muncul tanda-tanda awal bencana. Dalam kesempatan tersebut, Kalaksa BPBD Provinsi Bali, Gede Teja, menyampaikan, seluruh unsur penanggulangan bencana telah berada dalam status siap operasi.
Seluruh armada, personel TRC, instansi teknis terkait, relawan, dan pecalang disiagakan untuk memastikan respons cepat apabila cuaca ekstrem memicu insiden di lapangan. Kalaksa menegaskan bahwa kesiapsiagaan bukan untuk menimbulkan kekhawatiran publik, tetapi agar masyarakat merasa aman karena pemerintah hadir sebelum bencana, bukan hanya setelah bencana terjadi.
Ia juga mengajak pemerintah kabupaten/kota mempercepat normalisasi drainase dan pembersihan sungai, memastikan kesiapan jalur evakuasi, serta memperkuat saluran komunikasi risiko kepada masyarakat terutama di wilayah rawan.
Pemerintah Provinsi Bali mengimbau masyarakat agar tetap tenang namun meningkatkan kewaspadaan. Aktivitas di sungai, tebing, dan kawasan pesisir perlu dihindari selama hujan deras. Warga di daerah rawan diminta segera mengungsi jika situasi memburuk, serta melapor ke layanan darurat bila menemukan potensi bahaya.
Sekda menutup apel dengan menegaskan bahwa keselamatan masyarakat adalah prioritas tertinggi, dan hanya dengan kolaborasi antara pemerintah, dunia usaha, akademisi, tokoh adat, media, dan masyarakat, Bali dapat melewati puncak musim hujan secara aman dan terkendali. (rls)

































