PANTAUBALI.COM, TABANAN – Jatiluwih Festival kembali digelar pada tahun 2025 di kawasan Daya Tarik Wisata (DTW) Jatiluwih, Kecamatan Penebel, Kabupaten Tabanan. Festival tahunan ini berlangsung selama dua hari, yakni Sabtu (19/7/2025) dan Minggu (20/7/2025), dengan mengusung tema Grow With Nature.
Festival ini diramaikan oleh berbagai kegiatan menarik, seperti partisipasi UMKM Tridatu Desa Jatiluwih, workshop membuat teh beras merah, kopi nyahnyah, dan laklak beras merah. Selain itu, digelar pula lomba memasak tum bungkil gedebong, atraksi metekap dan menangkap belut, serta atraksi budaya tebak lesung.
Sebuah patung Dewi Sri dari bambu turut ditampilkan, bersamaan dengan pementasan perdana tarian maskot Desa Jatiluwih. Ratusan seniman pun dilibatkan untuk memeriahkan pergelaran festival.
Deputi Pemasaran Kementerian Pariwisata, Ni Made Ayu Martini, menyampaikan harapannya agar Jatiluwih Festival bisa terus berkembang menjadi ajang tahunan yang lebih besar dan mampu menarik perhatian dunia.
“Harapannya bisa dijadikan festival tahunan yang lebih megah dan mewah, sehingga semua masyarakat hingga dunia bisa merayakan. Kami dari kementerian siap mendukung dan bekerja sama untuk masyarakat serta pariwisata,” ujarnya.
Ia juga menekankan, Desa Jatiluwih memiliki keunikan tersendiri karena memiliki sistem Subak sebagai budaya warisan leluhur yang harus dijaga.
“Tidak ada tempat yang sama dengan Desa Jatiluwih, yang memiliki Subak, kebudayaan yang diturunkan oleh leluhur. Dengan luas 200 hektare sawah di Jatiluwih ini bisa dijaga. Mari jaga Jatiluwih ini, teruskan budaya Subak, jangan dirusak, sehingga kita bisa menikmati dari generasi ke generasi,” imbuhnya.
Sementara itu, Bupati Tabanan I Komang Gede Sanjaya mengapresiasi terselenggaranya Jatiluwih Festival sebagai ajang promosi pariwisata, budaya, dan kuliner khas daerah.
“Desa Jatiluwih sudah sangat dikenal dunia karena keindahan alam dan terasering sawahnya. Perekat budaya lokal di sini telah diakui oleh UNESCO sebagai Warisan Budaya Tak Benda pada 6 Juli 2012 lalu, dan juga menerima berbagai penghargaan bergengsi lainnya,” katanya.
Namun, ia mengingatkan bahwa penghargaan tersebut juga menjadi tantangan besar, terutama dalam menjaga warisan budaya dan lingkungan. Terlebih saat ini kunjungan ke Jatiluwih mencapai sekitar 3.000 orang per hari.
“Tantangan ke depan adalah menjaga alam tetap lestari di tengah geliat pariwisata. Tema festival kali ini sejalan dengan visi-misi Nangun Sat Kerthi Loka Bali, yaitu menjaga hubungan antara manusia, budaya, dan alam lingkungan, yang sejalan dengan konsep Tri Hita Karana,”
Sanjaya berharap, di tahun berikutnya, festival Jatiluwih bisa digelar selama sepekan atau sebulan, sehingga manfaatnya bisa dirasakan oleh masyarakat.
Sementara itu, Ketua Panitia sekaligus Manager DTW Jatiluwih, Jhon Ketut Purna, menyampaikan, festival ini merupakan pelaksanaan ke-6, dengan tema Grow With Nature atau Tumbuh Bersama Alam.
Tema tersebut mengandung makna ajakan untuk membangun kesejahteraan dengan menghormati siklus, menjaga ekosistem, dan memperkuat budaya hidup yang berkelanjutan
“Tema ini mencerminkan semangat kami untuk berkembang tanpa meninggalkan akar. Bahwa pertumbuhan sejati bukan berasal dari eksploitasi alam, tetapi dari harmoni dengannya,” jelasnya.
Lebih lanjut, Jhon menyampaikan sebagai desa yang telah ditetapkan UNESCO sebagai Warisan Budaya Dunia sejak 2012 dan meraih predikat Desa Terbaik Dunia dari UN Tourism pada 2024, Jatiluwih terus menampilkan nilai-nilai kehidupan masyarakatnya seperti kerja sama, kebersamaan, dan keharmonisan.
Adapun Tarian maskot Desa Jatiluwih yang kami tampilkan perdana hari ini menjadi simbol regenerasi dan kolaborasi. Fashion Show perdana Custom Carnival Jatiluwih Dewi Sri dan Jatayu, juga turut ditampilkan sebagai warisan budaya masyarakat Desa Jatiluwih yang dikemas untuk membangun semangat baru bagi generasi muda.
Festival ini juga menjadi ruang pelestarian dan interaksi melalui berbagai kegiatan seperti workshop kuliner tradisional, kompetisi pelajar, pertunjukan seni, hingga pameran UMKM lokal.
“Kami percaya desa akan kuat jika ekonomi warganya tumbuh. Oleh karena itu, festival ini juga menjadi panggung untuk UMKM lokal, yang menyajikan cita rasa, kerajinan, dan kreativitas khas Jatiluwih. Ini bukan sekadar jualan ini cara kami membangun kesejahteraan bersama,” pungkas Jhon. (ana)