PANTAUBALI.COM, TABANAN — Komisi IV DPRD Kabupaten Tabanan menyoroti kerancuan dalam pelaksanaan jalur domisili pada sistem Seleksi Penerimaan Murid Baru (SPMB) tahun ajaran 2025 untuk jenjang SMP dan SMA/SMK.
Ketua Komisi IV DPRD Tabanan, I Gusti Komang Wastana, mendesak agar pemerintah segera merevisi aturan tersebut sebelum masa pendaftaran dimulai.
Ia menjelaskan, SPMB 2025 memiliki empat jalur penerimaan, yakni jalur prestasi, domisili, afirmasi, dan mutasi. Salah satu perubahan yang menonjol adalah penggantian nama jalur zonasi menjadi jalur domisili.
Dalam jalur ini, siswa diwajibkan menyerahkan Kartu Keluarga (KK) sebagai bukti alamat tempat tinggal, serta nilai rapor dari semester 1 hingga 5.
Komang Wastana mempertanyakan kejelasan kebijakan tersebut. Menurutnya, bila jalur domisili digunakan berdasarkan jarak tempat tinggal, maka seharusnya nilai akademik tidak menjadi pertimbangan utama, karena sudah ada jalur prestasi yang secara khusus menilai kemampuan akademis.
“Saya tanyakan kepada Dinas Pendidikan Provinsi Bali, kenapa dalam jalur domisili tetap diminta nilai rapor, padahal sudah ada jalur prestasi yang melihat nilai akademis. Ini belum bisa dijawab. Kalau tidak ada kejelasan, siswa yang rumahnya dekat sekolah bisa tidak diterima hanya karena nilai rapornya lebih rendah dari siswa lain,” ujarnya, Jumat (27/6/2025).
Ia menilai kebijakan tersebut tidak konsisten dan berpotensi menimbulkan kebingungan serta ketidakadilan bagi siswa. Dalam rapat fraksi bersama Musyawarah Kerja Kepala Sekolah (MKKS) beberapa waktu lalu, pihak sekolah pun belum bisa memberikan jawaban yang memuaskan atas polemik ini.
“Kami sempat undang MKKS dalam rapat fraksi, dan jawabannya seperti itu. Maka sekarang kami tidak bisa bermain-main. Pertanyaannya, jika siswa tidak diterima di tiga sekolah yang dituju, mereka harus sekolah di mana? Di Tabanan tidak ada SMA swasta,” tegasnya.
Ia juga menyinggung tanggung jawab negara apabila siswa tidak tertampung di sekolah negeri. Dengan tidak adanya alternatif sekolah swasta di Tabanan, pemerintah harus menyiapkan skema cadangan seperti subsidi bagi sekolah swasta di luar daerah atau meninjau kembali kuota dan sistem seleksi.
“Apakah negara ini siap memberikan subsidi kepada sekolah swasta kalau tidak ada solusi? Ini masalah serius, dan kami tidak ingin ada siswa yang akhirnya putus sekolah karena sistem yang tidak jelas,” imbuhnya.
Wastana menyatakan, permasalahan ini bukan hanya terjadi di Tabanan, melainkan merupakan isu nasional yang juga dikeluhkan di berbagai daerah lain.
Oleh karena itu, pihaknya mendesak Pemerintah Provinsi Bali untuk segera meninjau ulang dan merevisi ketentuan teknis penerimaan siswa baru, khususnya pada jalur domisili. “Kami dari Komisi IV DPRD Tabanan meminta agar aturan ini segera direvisi,” pungkasnya. (ana)