PANTAUBALI.COM, KLUNGKUNG – Pemerintah Provinsi Bali terus berupaya meningkatkan penerimaan daerah melalui kebijakan Pungutan Wisatawan Asing (PWA), yang mulai diterapkan pada 14 Februari 2024. Pungutan sebesar Rp150.000 per wisatawan mancanegara (wisman) yang berkunjung ke Bali ini bertujuan untuk mendukung pengembangan pariwisata dan membiayai berbagai program pembangunan daerah. Sejak diberlakukan, kebijakan ini telah menghasilkan pendapatan sebesar Rp287 miliar, yang berasal dari 40% wisatawan yang telah membayar, atau sekitar 4,7 juta orang, berdasarkan data dari Badan Pusat Statistik (BPS).
Namun, meskipun pendapatan yang terkumpul cukup signifikan, masih ada tantangan besar yang dihadapi Pemprov Bali dalam memastikan agar kebijakan ini lebih efektif. Data menunjukkan bahwa 60% wisatawan lainnya belum membayar PWA, yang menjadi perhatian serius bagi pihak terkait.
Untuk itu, Pemprov Bali mengadakan kegiatan monitoring dan evaluasi (monev) yang dipimpin langsung oleh Kepala Dinas Pariwisata Provinsi Bali, Tjok Bagus Pemayun, di Daya Tarik Wisata (DTW) Kertagosa, Klungkung, pada Rabu (20/11). Kegiatan monev ini dihadiri oleh berbagai pihak terkait, termasuk Dinas Pariwisata Kabupaten Klungkung, Himpunan Pramuwisata Indonesia (HPI), ASITA, Satpol PP, Badan Kesbangpol, serta tim Pungutan Wisatawan Asing.
Kertagosa dipilih sebagai lokasi untuk kegiatan monev karena merupakan salah satu destinasi unggulan di Klungkung yang memiliki potensi besar dalam menarik wisatawan asing. Lokasi ini juga dianggap strategis untuk meningkatkan sosialisasi kepada wisatawan terkait kewajiban membayar PWA.
Tjok Bagus Pemayun menjelaskan bahwa meskipun sebagian besar wisatawan membayar pungutan sebelum keberangkatan, sejumlah besar wisatawan masih belum mengikuti prosedur pembayaran yang telah ditetapkan. Hal ini terjadi karena tidak adanya pemeriksaan yang sistematis di bandara, yang memungkinkan wisatawan untuk tidak membayar.
Menurutnya, penyebab utama tingginya angka wisatawan yang belum membayar adalah sistem yang belum sepenuhnya optimal.
“Meskipun 90% wisatawan sudah melakukan pembayaran sebelum mereka berangkat, namun di lapangan, di bandara misalnya, tidak ada pemeriksaan yang cukup ketat. Hal ini mengakibatkan banyak wisatawan yang lolos dari kewajiban membayar PWA,” ujar Pemayun.
Sebagai upaya untuk meningkatkan efektivitas pemungutan PWA, Pemprov Bali kini mengoptimalkan penggunaan teknologi dengan meluncurkan aplikasi Love Bali yang memungkinkan pembayaran secara digital dan cardless. Aplikasi ini berbasis web dan dilengkapi dengan sistem verifikasi menggunakan alat checker yang dapat memudahkan pengawasan.
“Dengan aplikasi ini, wisatawan bisa melakukan pembayaran lebih mudah, dan petugas juga bisa langsung melakukan verifikasi dengan alat yang telah disediakan,” tambahnya.
Selain itu, Pemprov Bali juga menggencarkan kerja sama dengan agen perjalanan, perusahaan penerbangan, dan pihak bandara untuk memperluas informasi terkait kewajiban membayar PWA. Upaya sosialisasi ini dilakukan tidak hanya untuk meningkatkan kepatuhan wisatawan, tetapi juga untuk memastikan bahwa informasi terkait pembayaran tersedia secara luas dan mudah diakses oleh semua pihak yang terlibat dalam sektor pariwisata.
Tjok Bagus Pemayun berharap bahwa dengan berbagai upaya yang dilakukan, tingkat kepatuhan wisatawan untuk membayar PWA akan meningkat.
“Kami optimistis dengan sistem digital yang baru, serta kerja sama yang lebih intensif dengan berbagai pihak, kami bisa meningkatkan efektivitas kebijakan ini. Hal ini tentunya akan berdampak positif terhadap pendapatan daerah dan mendorong pembangunan pariwisata yang lebih berkelanjutan di Bali,” ungkapnya.
Pungutan Wisatawan Asing (PWA) tidak hanya dimaksudkan sebagai sumber pendapatan daerah, tetapi juga sebagai salah satu cara untuk memastikan bahwa sektor pariwisata Bali tetap berkembang secara berkelanjutan. Pendapatan yang dihasilkan dari PWA digunakan untuk mendanai berbagai program yang mendukung konservasi alam, pelestarian budaya, serta pengembangan infrastruktur yang dapat memberikan manfaat langsung kepada masyarakat Bali.
Melalui evaluasi dan perbaikan sistem yang terus dilakukan, Pemprov Bali bertekad untuk menjadikan kebijakan PWA sebagai instrumen yang tidak hanya efektif dalam meningkatkan pendapatan daerah, tetapi juga dalam menjaga keseimbangan antara pertumbuhan pariwisata dan keberlanjutan lingkungan serta budaya lokal. Dalam jangka panjang, diharapkan kebijakan ini dapat menjadi model bagi daerah lain di Indonesia yang juga mengandalkan sektor pariwisata sebagai sumber utama pendapatan.
Dengan langkah-langkah konkret yang sedang dilakukan, Pemprov Bali berkomitmen untuk terus meningkatkan efektivitas kebijakan PWA dan memastikan bahwa Bali tetap menjadi destinasi wisata unggulan yang tidak hanya menarik bagi wisatawan, tetapi juga memberikan manfaat yang sebesar-besarnya bagi masyarakat Bali. (sm)