PANTAUBALI.COM, NASIONAL – Kejaksaan Agung (Kejagung) resmi menetapkan tujuh tersangka dalam kasus dugaan korupsi impor minyak mentah di PT Pertamina. Skandal ini menyeret sejumlah petinggi perusahaan pelat merah tersebut serta broker minyak yang diduga melakukan manipulasi dalam pengadaan minyak.
Daftar Tersangka:
1.Riva Siahaan – Direktur Utama PT Pertamina Patra Niaga
2.Sani Dinar Saifuddin – Direktur Optimasi Feedstock dan Produk PT Kilang Pertamina Internasional
3.Agus Purwono – Vice President (VP) Feedstock PT Kilang Pertamina Internasional
4. Yoki Firnandi – Direktur Utama PT Pertamina International Shipping
5. Muhammad Keery Andrianto Riza – Beneficiary owner PT Navigator Khatulistiwa
6. Dimas Werhaspati – Komisaris PT Khatulistiwa dan PT Jenggala Maritim
7. Gading Ramadan Joede – Komisaris PT Jenggala Maritim dan PT Orbit Terminal Merak
Direktur Penyidikan Jampidsus Kejagung, Abdul Qohar, menjelaskan bahwa kasus ini bermula pada 2018 ketika pemerintah mewajibkan pemenuhan minyak mentah dari produksi dalam negeri. Namun, tiga pejabat utama Pertamina, yakni Riva, Sani, dan Agus, justru tetap mengandalkan impor dengan cara melanggar aturan.
“Pemenuhan kebutuhan minyak mentah tetap dilakukan melalui impor, meskipun ada kebijakan untuk mengutamakan produksi dalam negeri,” ujar Qohar dalam konferensi pers di Jakarta, Senin (24/2/2025).
Selain itu, mereka diduga bersekongkol dengan broker minyak seperti Riza, Dimas, dan Gading dalam transaksi ekspor minyak dari Kontraktor Kontrak Kerja Sama (KKKS). Modus yang digunakan adalah manipulasi harga agar pihak tertentu mendapatkan keuntungan besar.
“Transaksi terlihat sah secara administratif, tetapi harga sudah dikondisikan untuk menguntungkan pihak tertentu dengan skema spot yang tidak memenuhi persyaratan,” tambah Qohar.
Dalam operasionalnya, Riva Siahaan juga diduga membeli bahan bakar minyak (BBM) jenis RON 90, meskipun kebutuhan sebenarnya adalah RON 92, yang berakibat pada ketidaksesuaian pasokan BBM.
Sementara itu, Yoki Firnandi diduga melakukan mark up dalam kontrak pengiriman minyak impor, sehingga negara harus menanggung biaya tambahan berupa fee sebesar 13-15 persen. Keuntungan dari praktik ini dinikmati oleh tersangka Riza.
Akibat perbuatan para tersangka, harga BBM mengalami gejolak yang berdampak luas bagi masyarakat. Pemerintah pun terpaksa mengalokasikan dana lebih besar untuk subsidi guna menekan lonjakan harga di pasaran.
Saat ini, Kejagung masih terus mengembangkan penyelidikan guna mengungkap kemungkinan keterlibatan pihak lain dalam skandal yang merugikan negara ini. (*)