PANTAUBALI.COM, NASIONAL – Mahkamah Konstitusi (MK) memutuskan bahwa layanan mandi uap atau spa merupakan bagian dari jasa pelayanan kesehatan tradisional dan tidak termasuk kategori tempat hiburan.
Keputusan ini dikeluarkan setelah MK mengabulkan sebagian permohonan uji materi terhadap Pasal 55 Ayat (1) huruf l Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2022 tentang Hubungan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah (UU HKPD).
Sebelumnya, pasal tersebut mengklasifikasikan spa sebagai jasa hiburan, sejajar dengan diskotek, karaoke, kelab malam, dan bar. Penggolongan ini menuai protes dari berbagai pihak, terutama pelaku usaha spa. Sebanyak 22 pemohon yang terdiri dari pemilik jasa layanan kesehatan tradisional pun menggugat aturan tersebut ke MK.
Dalam amar putusannya, MK menyatakan bahwa frasa “dan mandi uap/spa” pada Pasal 55 Ayat (1) huruf l UU HKPD bertentangan dengan UUD 1945 dan dinyatakan tidak memiliki kekuatan hukum mengikat secara bersyarat. Frasa tersebut kini dimaknai sebagai “bagian dari jasa pelayanan kesehatan tradisional.”
Dasar Pertimbangan Mahkamah
Putusan ini diambil berdasarkan sejumlah pertimbangan:
- MK menilai penggolongan spa sebagai tempat hiburan tidak memberikan kepastian hukum dan berpotensi menimbulkan stigma negatif. “Penyamaan spa dengan diskotek atau karaoke menimbulkan keraguan dan rasa takut masyarakat dalam memanfaatkan layanan tersebut,” ujar Hakim MK dalam putusannya.
- Pengakuan dalam Regulasi
Layanan kesehatan tradisional, termasuk spa, diakui dalam sejumlah peraturan, seperti UU Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan, UU Nomor 17 Tahun 2023 tentang Kesehatan, serta PP Nomor 103 Tahun 2014 dan PP Nomor 28 Tahun 2024. Praktik ini dianggap sebagai bagian dari sistem kesehatan nasional yang mencakup berbagai aspek, mulai dari promotif hingga rehabilitatif. - Manfaat Berbasis Tradisi Lokal
Layanan spa dinilai memiliki manfaat kesehatan yang berakar pada tradisi lokal. MK menegaskan pentingnya menjaga nilai-nilai kearifan lokal dalam pelayanan kesehatan tradisional.
“Permohonan para pemohon memiliki dasar yang kuat, namun Mahkamah hanya mengabulkan sebagian sesuai dengan ketentuan yang berlaku,” lanjut Hakim MK.
Keputusan ini menjadi angin segar bagi pelaku usaha spa di Indonesia. Dengan pengakuan sebagai layanan kesehatan tradisional, stigma negatif terhadap spa diharapkan berkurang.
Selain itu, masyarakat juga diharapkan semakin percaya pada manfaat kesehatan yang ditawarkan oleh spa sebagai bagian dari tradisi lokal yang kaya nilai.
Putusan MK ini sekaligus menegaskan peran penting spa dalam mendukung sistem kesehatan nasional dan memberikan kelegaan bagi para pelaku usaha. (*)