PANTAUBALI.COM, BADUNG – Seorang pria asal India berinisial VBM (23) dideportasi oleh Rumah Detensi Imigrasi (Rudenim) Denpasar pada Jumat (22/11/2024). VBM dipulangkan ke negaranya setelah terbukti melanggar aturan keimigrasian dan mengganggu ketertiban umum selama tinggal di Bali.
Kepala Rudenim Denpasar, Gede Dudy Duwita, mengungkapkan bahwa VBM tiba di Indonesia melalui Bandara Internasional I Gusti Ngurah Rai pada 19 April 2024 menggunakan Visa on Arrival (VoA). Visa tersebut berlaku hingga 17 Juni 2024, tetapi VBM tidak meninggalkan Indonesia hingga overstay selama 91 hari.
“Dia menetap di vila di kawasan Jalan Pantai Batu Mejan, Canggu, dengan mengandalkan tabungan pribadi dan aktivitas trading saham di India untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari,” jelas Dudy, Sabtu (23/11/2024).
Masalah semakin pelik ketika VBM kehilangan paspornya di kawasan Uluwatu sekitar dua bulan lalu. Namun, ia tidak melaporkan kejadian tersebut kepada pihak berwenang karena takut akan konsekuensi hukum.
Kondisi ini diperburuk oleh laporan dari pemilik vila, restoran, dan penyedia rental motor yang mengadu ke Kepolisian Sektor Kuta Utara pada 16 September 2024 karena VBM tidak mampu melunasi tagihan.
“Dia sempat berjanji akan membayar setelah menerima transfer dari India, tetapi proses tersebut terhambat karena hari libur nasional di negaranya,” tambah Dudy.
Pelanggaran VBM terhadap Pasal 78 Ayat (3) Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2011 tentang Keimigrasian menyebabkan ia ditahan di Rudenim Denpasar sejak 17 September 2024. Setelah menjalani masa pendetensian selama 66 hari, VBM akhirnya dipulangkan melalui Bandara Internasional I Gusti Ngurah Rai menuju Bandara Internasional Chhatrapati Shivaji Maharaj di Mumbai, India, dengan pengawalan ketat dari petugas.
“Deportasi ini adalah bagian dari komitmen kami untuk menegakkan hukum dan menjaga ketertiban di Bali sebagai destinasi wisata internasional,” ujar Dudy. Ia juga menegaskan bahwa langkah tegas ini ditujukan agar Bali tetap aman dan nyaman bagi semua pihak.
Selain dideportasi, VBM dikenai tindakan penangkalan berdasarkan Pasal 102 Undang-Undang Keimigrasian. Masa penangkalan tersebut akan ditentukan oleh Direktorat Jenderal Imigrasi sebagai bentuk sanksi tambahan atas pelanggarannya.