Bukannya Memblokir, Pegawai Komdigi Malah “Jagain” Ribuan Situs Judi Online

10 pegawai komidi jadi tersangka gegara lindungi situs judi online. (Dok Istimewa)
10 pegawai komidi jadi tersangka gegara lindungi situs judi online. (Dok Istimewa)

PANTAUBALI.COM – Skandal baru mengguncang Kementerian Komunikasi dan Digital (Komdigi) setelah ditemukan dugaan keterlibatan sejumlah pegawai dalam melindungi ribuan situs judi online demi keuntungan pribadi.

Sebanyak 11 orang kini ditahan, 10 di antaranya merupakan pegawai Komdigi, yang diduga meraup keuntungan sebesar Rp 8,5 miliar dengan “mengamankan” sekitar 1.000 situs agar lolos dari pemblokiran.

Modus operandi ini terungkap ketika Kepolisian Metro Jaya mengamankan para pelaku yang mematok tarif sebesar Rp 8 juta per situs untuk perlindungan dari pemblokiran. Penangkapan dilakukan pada Kamis (1/11) oleh tim dari Subdirektorat Jatanras Ditreskrimum Polda Metro Jaya, yang juga tengah mencari beberapa tersangka lain yang masih buron.

Baca Juga:  Gus Miftah Mundur dari Utusan Khusus Presiden Usai Hina Pedagang Es Teh

Kabid Humas Polda Metro Jaya, Kombes Pol Ade Ary Syam Indradi, menjelaskan bahwa para pelaku menyalahgunakan akses mereka yang seharusnya digunakan untuk memblokir situs-situs judi online. Alih-alih melaksanakan tugas tersebut, mereka justru menyewakan ruang kantor di ruko sebagai pusat operasional situs-situs judi tersebut.

“Penyalahgunaan kewenangan ini terjadi dengan memanfaatkan fasilitas yang dimiliki untuk melindungi situs-situs yang seharusnya diblokir,” ujar Ade Ary, dikutip dari Kompas.com.

Baca Juga:  Polda Bali Amankan 8 Selebgram Cantik dan 2 Pria Gegara Promosikan Judi Online

Pada Jumat, tim penyidik menggeledah sebuah ruko tiga lantai di Galaxy, Bekasi Selatan, Jawa Barat, yang diduga berfungsi sebagai kantor satelit operasi jaringan judi online. Di lokasi tersebut, polisi menemukan delapan komputer dan sejumlah peralatan yang digunakan untuk mengelola situs-situs tersebut, serta ruang kerja khusus bagi operator yang bertugas menjaga situs tetap aktif.

Salah satu tersangka mengaku bahwa situs-situs ini dikenai biaya perlindungan sekitar Rp 8,5 juta per situs, dan mereka bekerja hingga 10 jam setiap hari. “Biasanya 4.000 situs diblokir, tapi 1.000 kami amankan agar tetap aktif,” ungkap tersangka dalam interogasi.

Baca Juga:  Pemprov Bali Raih Dua Penghargaan di Hari Antikorupsi Sedunia 2024

Dalam pengungkapan ini, polisi juga menemukan fakta bahwa para operator yang bekerja di ruko tersebut memperoleh bayaran sebesar Rp 5 juta per bulan. Pihak kepolisian kini terus mendalami peran tiap tersangka dan mencari kemungkinan adanya keterlibatan pihak lain dalam jaringan ini.

Kasus ini menjadi pengingat akan bahaya penyalahgunaan wewenang oleh oknum dalam institusi pemerintah, khususnya di lembaga yang seharusnya berfungsi sebagai pelindung dari konten ilegal di dunia maya. (*)