
PANTAUBALI.COM, TABANAN – Warga Desa Antosari, Kecamatan Selemadeg Barat, Tabanan, kembali mempertanyakan kejelasan rencana pembangunan tol Gilimanuk – Mengwi.
Warga menilai, pembangunan tol belum menemui kejelasan terkait dimana titik yang akan dilintasi. Meskipun demikian, mereka hanya pasrah sebab Mantan Gubernur Bali I Wayan Koster sudah purna bakti.
Koordinator aksi Warga Banjar Gulingan, Desa Antosari Nyoman Agus Suryawan menyatakan, pihaknya sempat dipanggil lagi ke Jaya Sabha oleh Mantan Gubernur Bali pada akhir Agustus 2023 lalu. Dalam pertemuan itu, Wayan Koster menjanjikan pada bulan September tender dan semua prosesnya itu dipercepat.
“Intinya seperti itu pas akhir Agustus kemarin. Terus sampai sekarang belum ada kejelasan lagi. Karena Pak Koster juga sudah tidak menjabat lagi,” katanya, Jumat (15/9/2023).
Dia menyebut, sejumlah desa terdampak akan membuat forum kepala desa untuk mencoba menanyakan kejelasan proyek tol kepada Presiden dan Kementrian PUPR.
“Untuk proses lebih jauh belum tahu. Saat ini kami hanya bisa pasrah saja. Mau bertanya ke Gubernur sudah PJ. Dan nanti ke Kementrian PUPR sudah difasilitasi oleh forum Perbekel (kepala desa) terdampak tol se Bali itu. Jadi menunggu seperti apanya nanti ke mereka,” ucapnya.
Agus Suryawan menambahkan, seluruh masyarakat yang terdampak pada intinya hanya meminta kejelasan proyek sebab sertifikat mereka saat ini tidak bisa dijadikan agunan.
Jika ini terjadi dalam waktu lama, maka dampaknya tidak bisa diagunkan lagi.
“Kalau prosesnya cepat kami tidak apa-apa. Tapi ini sudah berlarut-larut (lama). Kami intinya minta kejelasan itu tadi,” tambahnya.
Seperti diberitakan, sejumlah warga Banjar Gulingan, Desa Antosari, Kecamatan Selemadeg Barat, yang lahannya terdampak jalan Tol Gilimanuk-Mengwi meminta kejelasan proyek pengerjaan tol dengan memasang spanduk di pinggir jalan utama Antosari-Pupuan yang juga menjadi kawasan terdampak proyek dan telah dipasangi patok.
Hal itu dilakukan sebab warga resah karena sesuai kesepakatan awal, sertifikat tanah warga tidak boleh dipindahtangankan, diperjualbelikan hingga dijadikan agunan.
Hal itu mengakibatkan warga tidak berani menggarap lahan pertanian atau perkebunan serta merenovasi rumah.
“Sebelumnya kami telah menyerahkan inventarisasi lahan. Jika kami ingin menambah isi ladang atau merenovasi rumah itu akan seperti apa? Apakah ada dana kompensasi atau inventarisasi ulang? Itu belum dapat jawaban pasti dari pihak terkait,” ungkap Suryawan.
Adapun jumlah warga Banjar Gulingan yang lahannya terdampak proyek mencapai 50 orang dengan luas lahan mencapai 45 hektare. (ana)