DENPASAR – Pantaubali.com – Hingga saat ini kondisi pasar keuangan mulai berangsur membaik. Hal ini karena kekhawatiran pelaku pasar keuangan dan investor terhadap perkembangan covid-19 di berbagai negara menurun, meskipun belum pulih seluruhnya. Hal ini tercermin dari VIX (indikator volatilitas pasar keuangan global di AS).
Sebelum pandemi, VIX berada di angka 18,8 dan saat ini berada pada tingkat 43,3 setelah sempat mencapai angka puncak 82,2 di tengah pandemi covid-19.Perbaikan pasar global tersebut terjadi seiring langkah kebijakan yang dilakukan berbagai negara, baik pelonggaran moneter maupun stimulus fiskal serta tingkat kenaikan kasus covid-19 yang berangsur menurun,itu disampaikan, Kepala Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Bali, Trisno Nugroho, melansir pernyataan Gubernur Bank Indonesia, Perry Warjiyo,Senin,(13/4) di Renon, Denpasar.
“Di Indonesia, semakin cepat kita dapat mengatasi covid-19, semakin cepat pula dampak ekonomi akan teratasi. Termasuk pemberlakuan Pembatasan Sosial Skala Besar (PSBB) oleh pemerintah diharapkan akan menekan penyebaran covid-19,”jelasnya.
Dengan mekanisme pasar yang dinamis, pergerakan nilai Rupiah juga stabil dan cenderung menguat ke arah Rp15.000 di akhir tahun. Ini menunjukkan keyakinan pasar terhadap langkah-langkah kebijakan yang ditempuh oleh Pemerintah, Bank Indonesia, OJK dan LPS dalam penanganan covid–19.
“Kami(Bank Indonesia) juga optimis cadangan devisa akan meningkat mendekati USD125 miliar pada akhir April 2020 dari sebelumnya sebesar USD121 miliar di akhir Maret 2020. Hal tersebut dikarenakan penerbitan global bond senilai USD4,3 miliar oleh Pemerintah. Jumlah cadangan devisa lebih dari cukup untuk pembiayaan impor, pembayaran utang luar negeri pemerintah, dan untuk melakukan langkah-langkah stabilisasi nilai tukar rupiah,” paparnya.
Kerja sama repurchase agreement line (repo line) dengan Bank Sentral Amerika Serikat (The Federal Reserve) senilai USD60 miliar telah siap untuk sewaktu-waktu digunakan. Kerjasama dimaksud telah siap secara administrasi dan teknis untuk digunakan sewaktu-waktu menambah kebutuhan likuiditas dolar AS, meskipun tidak akan menambah cadangan devisa.
“Hal ini menunjukkan tingkat kepercayaan Bank Sentral Amerika Serikat (The Federal Reserve) kepada Indonesia dalam mengelola ekonomi dan prospek ekonomi Indonesia ke depan,” tutupnya.