
PANTAUBALI.COM, DENPASAR – Pemerintah Provinsi Bali berupaya menjaga stabilitas inflasi serta menjamin kelancaran distribusi barang dan jasa pasca kerusakan infrastruktur di jalur utama penghubung wilayah timur dan barat Bali yakni Jalur Denpasar-Gilimanuk.
Langkah-langkah tersebut disampaikan dalam High Level Meeting (HLM) Tim Pengendalian Inflasi Daerah (TPID) Provinsi Bali yang dipimpin langsung oleh Sekretaris Daerah Provinsi Bali, Dewa Made Indra, Selasa (15/7/2025).
Sekda Dewa Made Indra menyatakan, kerusakan jalan nasional di Desa Bajera, Kecamatan Selemadeg, Kabupaten Tabanan, yang disebabkan oleh amblesnya gorong-gorong di bawah badan jalan, berdampak pada kelancaran distribusi barang.
Namun ia menekankan, pemerintah tidak tinggal diam dan langsung bergerak cepat bersama seluruh pihak terkait untuk memastikan jalur tersebut segera dapat difungsikan kembali.
“Ini satu-satunya jalur nasional yang menghubungkan wilayah timur dan barat Bali serta menjadi rujukan utama pergerakan logistik. Kami sudah menerima laporan dari semua pihak, dan penanganannya berjalan sangat cepat. Harapan kami, minggu ini jalur sudah bisa dibuka kembali untuk operasional,” tegas Dewa Made Indra.
Sekda juga menyoroti distribusi BBM, LPG, dan berbagai komoditas lainnya sempat mengalami tantangan. Namun berkat kerja keras dan antisipasi cepat semua stakeholder, distribusi tetap terjaga.
Ia mengapresiasi koordinasi dan kerja cepat dari Balai Besar Pelaksanaan Jalan Nasional (BBPJN) Jawa Timur–Bali, Pertamina, dan pihak-pihak lainnya.
“Semoga dalam waktu dekat jalur ini sudah bisa dibuka agar distribusi kembali normal,” imbuhnya.
Laporan dari Kasatker Pelaksana Jalan Nasional Wilayah I Bali, I Nyoman Jasmara, menyebutkan bahwa amblesnya jalan di KM 38+725 disebabkan oleh runtuhnya struktur cross drain lama di bawah badan jalan akibat derasnya aliran air.
Penanganan dilakukan secara intensif sejak hari kejadian, dengan mengganti cross drain menggunakan box culvert berukuran 2 x 2 meter, disertai perkuatan struktur, timbunan material granular, pemasangan geotekstil, dan pengecoran beton. Hingga 14 Juli 2025, progres pekerjaan bahkan telah melampaui target harian.
“Dengan dukungan penuh seluruh stakeholder, termasuk pengaturan lalu lintas yang baik, kami berharap jalur ini sudah bisa dilewati paling lambat minggu depan, bahkan bisa lebih cepat,” ujar Jasmara.
Dari sisi distribusi energi, Sales Branch Manager Rayon III Bali Pertamina, Made Bulan Asasia Binov, memastikan tidak terjadi kekosongan pasokan BBM maupun LPG. Meskipun terjadi pengalihan jalur pengiriman ke arah utara, Depot Manggis dan Sanggaran tetap siaga, termasuk pada hari libur, untuk memastikan distribusi tetap lancar ke wilayah terdampak.
“Hari pertama kejadian kami langsung menindaklanjuti. Tidak ada kekosongan di SPBU. Operasional tetap kami buka khusus untuk wilayah terdampak,” terang perwakilan Pertamina.
Kondisi serupa juga disampaikan terkait distribusi pangan. Kepala Dinas Pertanian dan Ketahanan Pangan Provinsi Bali, I Wayan Sunada, menyebutkan bahwa pasokan pangan secara umum masih bisa dijaga.
Kenaikan harga komoditas seperti bawang merah, telur, dan cabai besar masih dalam kisaran wajar dan terkendali. Program pembagian bibit cabai juga tetap berjalan sebagai upaya memperkuat produksi lokal.
Pada forum HLM TPID ini, Kepala Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Bali, R. Erwin Soeriaatmadja, menyampaikan bahwa inflasi Bali secara bulanan (Juni 2025) tercatat sebesar 0,44 persen (mtm), lebih tinggi dari angka nasional (0,19 persen mtm), dengan penyumbang utama dari komoditas hortikultura seperti cabai rawit dan tomat. Secara tahunan, inflasi Bali berada pada angka 2,94 perssn (yoy), masih dalam sasaran inflasi nasional (2,5 ±1 persen), namun tetap memiliki potensi risiko ke depan yang perlu diantisipasi.
“Salah satu risiko utama ke depan adalah kelancaran distribusi, terutama terkait kondisi infrastruktur. Selain itu, kenaikan biaya pendidikan, harga emas, dan faktor cuaca juga menjadi perhatian,” ungkap Kepala BI Bali.
Meski demikian, menurut BI, terdapat juga sisi positif atau downside risk yang dapat membantu menahan tekanan inflasi, seperti panen bawang merah di NTB dan Bali, serta penyaluran Minyakita dan beras SPHP oleh pemerintah.
Lebih jauh, Sekda Bali dalam penutupan pertemuan tersebut, menegaskan bahwa upaya pengendalian inflasi memerlukan kerja sama lintas sektor dan tidak dapat dilakukan secara parsial atau sektoral. Ia mengimbau seluruh pemangku kepentingan untuk tetap waspada, namun tetap menjaga optimisme dalam menghadapi dinamika perekonomian.
Sekda Dewa Indra juga berharap, terkait kenaikan inflasi yang terjadi, dimana mengingat saat ini masih berada di pertengahan bulan Juli, diharapkan angka inflasi di Bali setidaknya dapat setara, atau bahkan lebih rendah dibandingkan rata-rata inflasi nasional.
“Pengendalian inflasi membutuhkan kerja keras kita semua. Kuncinya terletak pada sinergi. Jalan boleh rusak, tetapi sistem dan kerja kita tidak boleh berhenti. Kita buktikan bahwa Bali tetap mampu menjaga stabilitas distribusi dan harga melalui kerja sama,” pungkasnya. (ana)