
PANTAU BALI.COM, DENPASAR — Suasana hujan deras tak mampu meredam semangat para seniman muda dari Sanggar Laras Manis, Banjar Umahanyar, Desa Darmasaba, Kecamatan Abiansemal, yang tampil mewakili Kabupaten Badung dalam ajang Rekasadana Rekonstruksi Gamelan Tua, salah satu program unggulan Pesta Kesenian Bali (PKB) ke-47.
Pagelaran ini berlangsung di Kalangan Ayodya, Taman Budaya Art Center Denpasar, pada Minggu (6/7/2025).
Kendati air sempat menggenangi area panggung akibat hujan lebat, penampilan Sanggar Laras Manis tetap berjalan meriah, disambut antusias penonton yang bertahan di lokasi.
Kepala Dinas Kebudayaan Kabupaten Badung, I Gde Eka Sudarwitha, turut hadir mendampingi para seniman bersama koordinator sanggar dan pembina tabuh, memberikan dukungan langsung bagi anak-anak muda pelestari budaya tersebut.
Di atas panggung, Sanggar Laras Manis membawakan dua komposisi klasik penuh nilai filosofi, yakni Tabuh Petegak Wayang dan Tabuh Pamungkah Wayang.
Kedua karya ini memiliki peran penting dalam tradisi pertunjukan wayang Bali, menjadi pengantar suasana sekaligus penanda dimulainya sebuah pementasan sakral.
Koordinator Sanggar, I Made Gatra Astawa, yang didampingi Pembina Tabuh, I Made Martha, mengungkapkan, Tabuh Petegak merupakan gending pembuka yang bertujuan mengajak perhatian penonton serta memperkenalkan suasana musikal yang akan menyertai pertunjukan. Biasanya tabuhan ini dilanjutkan dengan Tabuh Telu saat dalang mulai mempersiapkan ritual pembuka pementasan.
Sementara itu, Tabuh Pamungkah Wayang merupakan komposisi yang dimainkan saat dalang membuka keropak atau gedog, sebagai penanda pertunjukan wayang kulit dimulai.
Dalam tradisinya, tabuhan ini memiliki beberapa bagian penting, seperti Bapang Jojor untuk adegan igel kayonan, Tulang Lindung saat wayang mulai dijejer, Pekaad saat kayonan dicabut, dan Alas Harum (Candi Rebah) sebagai isyarat kemunculan tokoh utama dalam cerita. Sebagai penutup, diperdengarkan Tabuh Gilak Bugari, tanda pertunjukan usai.
“Kami ingin mengenalkan kembali komposisi klasik yang jarang dibawakan di hadapan generasi muda. Ini bagian dari tanggung jawab kami menjaga warisan budaya,” ujar Made Martha.
Walaupun cuaca tidak bersahabat, penonton tetap menunjukkan antusiasme melalui sorakan dan tepuk tangan yang mengiringi setiap bagian pertunjukan.
Pagelaran ini bukan sekadar ajang seni, melainkan wujud nyata semangat anak muda Bali dalam merawat dan melestarikan seni gamelan tua sebagai identitas budaya yang patut dijaga. (jas)