PANTAUBALI.COM, DENPASAR – Polda Bali mengungkap telah menetapkan 56 orang sebagai tersangka dalam operasi pemberantasan premanisme bertajuk Operasi Pekat Agung 2025. Namun, dari puluhan pelaku yang diamankan, hanya dua yang dibawa ke hadapan awak media saat konferensi pers di Mapolda Bali, Jumat (16/5).
Operasi yang berlangsung selama delapan hari, dari 5 hingga 12 Mei 2025, melibatkan 715 personel gabungan dari Polda hingga Polres jajaran se-Bali. Total, 56 kasus berhasil diungkap, sebagian besar berkaitan dengan aksi pungli dan intimidasi di kawasan publik.
Kabid Humas Polda Bali, Kombes Pol Ariasandy, menyebut operasi ini sebagai bagian dari upaya menciptakan rasa aman, khususnya bagi masyarakat dan pelaku usaha di sektor pariwisata dan investasi.
“Premanisme ini memang tidak bisa dibiarkan. Bali adalah destinasi wisata dunia. Rasa aman adalah keharusan,” ujarnya.
Dibandingkan daerah lain, jumlah kasus yang diungkap Polda Bali memang tergolong lebih sedikit. Namun, menurut Ariasandy, justru itu menunjukkan bahwa situasi keamanan di Bali relatif lebih terkendali.
“Di tempat lain bisa ratusan kasus, kita hanya 56. Ini bukan soal jumlah, tapi bukti bahwa Bali relatif lebih aman,” klaimnya.
Meski begitu, publik mempertanyakan minimnya transparansi. Dari 22 tersangka yang ditangkap, hanya dua yang ditampilkan ke media: KP (34), warga Denpasar Barat yang tertangkap basah melakukan pungutan liar terhadap sopir angkutan di Terminal Ubung, dan MM (41), residivis yang kembali beraksi memalak pedagang kaki lima di area parkir pusat perbelanjaan di Kuta.
KP diamankan bersama uang tunai hasil pungli sebesar Rp850 ribu dan catatan retribusi ilegal. Sedangkan MM ditangkap dengan barang bukti sebilah belati dan rekaman CCTV yang menunjukkan aksinya mengintimidasi. Keduanya digiring ke depan kamera dengan tangan terborgol dan mengenakan baju tahanan oranye.
Ariasandy menyampaikan keberhasilan operasi ini tak lepas dari peran aktif masyarakat, termasuk tokoh adat dan pecalang yang selama ini menjadi mitra strategis dalam menjaga keamanan Bali.
“Sinergi antara aparat, masyarakat, dan pemangku adat adalah kekuatan utama Bali dalam menjaga ketertiban,” tandasnya. (mah)