PANTAUBALI.COM – Tumpek Landep merupakan salah satu hari suci bagi Umat Hindu yang diperingati setiap Saniscara Kliwon Wuku Landep. Berdasarkan sistem penanggalan Bali, perayaan ini berlangsung setiap 210 hari sekali. Biasanya saat Tumpek Landep, umat Hindu akan mengupacarai benda-benda pusaka seperti keris serta kendaraan.
Namun, makna dan filosofi sesungguhnya dari Tumpek Landep bukan hanya itu saja.
Seperti dilansir dari laman Kementerian Agama Provinsi Bali, Kata “Tumpek” berasal dari “Metu” yang berarti bertemu, dan “Mpek” yang berarti akhir. Jika diartikan Tumpek adalah momen bertemunya wewaran Panca Wara dan Sapta Wara, di mana Panca Wara berakhir dengan Kliwon, sedangkan Sapta Wara berakhir dengan Saniscara (Sabtu). Sementara itu, “Landep” memiliki makna tajam atau runcing.
Lebih dari sekadar ritual pembersihan dan penyucian benda, Tumpek Landep mengandung filosofi yang mendalam. “Landep” atau ketajaman tidak hanya merujuk pada benda fisik, tetapi juga pada ketajaman pikiran, kecerdasan, dan kebijaksanaan.
Perayaan ini menjadi pengingat bagi umat Hindu untuk selalu mengasah kecerdasan dan kejernihan pikiran, agar mampu membedakan antara yang baik dan buruk berdasarkan nilai-nilai agama.
Selain itu, Tumpek Landep juga menjadi momentum bagi umat Hindu untuk melakukan mulat sarira atau introspeksi diri. Dengan merenungkan ajaran-ajaran agama, seseorang dapat memperbaiki karakter dan meningkatkan kualitas diri.
Pada hari suci ini, umat disarankan untuk melakukan persembahyangan di sanggah, merajan, atau pura, serta memohon anugerah dari Ida Bhatara Sang Hyang Siwa Pasupati agar diberikan ketajaman pikiran yang bermanfaat bagi kehidupan bermasyarakat.
Sebagai bagian dari ritual, umat Hindu juga membersihkan dan menyucikan pusaka peninggalan leluhur. Namun, hal yang paling utama dalam perayaan Tumpek Landep adalah mengasah kecerdasan dan kebijaksanaan dalam diri. Dengan pemikiran yang tajam, manusia dapat mengatasi kebodohan, kegelapan, dan penderitaan, serta menekan sifat negatif dalam diri yang dapat menghambat pertumbuhan spiritual dan sosial. Dengan demikian, Tumpek Landep bukan hanya sekadar upacara untuk benda-benda tajam atau teknologi, tetapi juga momen sakral untuk meningkatkan kesadaran spiritual dan moral dalam kehidupan sehari-hari.
Saat ini, Tumpek Landep lebih banyak dikaitkan dengan penyucian benda pusaka seperti keris dan tombak, yang memiliki sifat tajam. Namun, seiring perkembangan zaman, makna dari senjata tajam ini meluas.
Kini, perayaan ini juga mencakup benda-benda hasil inovasi manusia yang membantu kehidupan, seperti kendaraan, mesin, komputer, dan alat-alat lainnya.
Ritual penyucian ini bukanlah bentuk pemujaan terhadap benda-benda tersebut, melainkan sebagai ungkapan rasa syukur kepada Ida Sang Hyang Widi dalam manifestasinya sebagai Ida Bhatara Sang Hyang Pasupati, yang telah memberikan kekuatan serta manfaat pada benda-benda tersebut. (ana)