PANTAUBALI.COM – Istilah child grooming menjadi sorotan publik setelah kabar viral tentang seorang aktor yang dikabarkan menjalin hubungan dengan remaja berusia 15 tahun. Fenomena ini memicu diskusi luas di media sosial, terutama terkait batasan moral dan hukum dalam hubungan antara orang dewasa dan anak di bawah umur.
Dilansir Kompas, salah satu Psikolog Anak, Remaja, dan Keluarga bernama Farraas Afiefah Muhdiar menjelaskan bahwa child grooming adalah proses manipulasi untuk membangun hubungan emosional dengan tujuan memanfaatkan, mengeksploitasi, atau bahkan melakukan kekerasan terhadap anak.
“Child grooming terjadi ketika ada hubungan emosional, kepercayaan, dan koneksi antara anak dengan orang lain, yang tujuannya adalah manipulasi, eksploitasi, atau kekerasan,” jelas Farraas, Jumat (15/11/2024).
Menurutnya, tidak semua hubungan romantis dengan anak di bawah umur bisa langsung dikategorikan sebagai child grooming. Hal ini bergantung pada intensi atau niat dari orang yang menjalin hubungan tersebut. Jika ada motif untuk memanipulasi, mengeksploitasi, atau adanya ketertarikan seksual terhadap anak di bawah umur, maka hal itu masuk dalam kategori child grooming.
“Terlebih jika seseorang memiliki ketertarikan seksual pada anak di bawah umur, itu termasuk pedofilia,” tambahnya. Namun, jika tidak ada niat buruk seperti itu, hubungan tersebut tidak dapat diklasifikasikan sebagai child grooming.
Salah satu tantangan dalam memahami fenomena child grooming adalah sulitnya mengetahui niat sebenarnya seseorang. Perdebatan sering muncul karena niat tersebut tidak selalu terlihat secara kasatmata.
“Ini yang akan selalu menjadi perdebatan, karena kita tidak tahu intensinya apa,” ujar Farraas. (sm)