Sengketa Lahan Pura Dalem Kelecung, Desa Adat Menang di Tingkat Banding 

Warga Desa Adat Kelecung mendatangi PN Tabanan untuk memberikan dukungan sengketa lahan Pura Dalem Desa Adat Kelecung. (dok)
Warga Desa Adat Kelecung mendatangi PN Tabanan untuk memberikan dukungan sengketa lahan Pura Dalem Desa Adat Kelecung. (dok)

PANTAUBALI.COM, TABANAN – Sengketa lahan Pura Dalem Desa Adat Kelecung, yang melibatkan warga desa setempat dengan keluarga Jero Marga Puri Kerambitan akhirnya tuntas di tingkat banding.

Usai menang di tingkat Pengadilan Negeri (PN) Tabanan. Kini, Majelis Hakim Pengandilan Tinggi (PT) Denpasar, kembali memutus bahwa tanah sengketa seluas 27,8 are itu milik Pura Desa Adat Kelecung.

Ini tertuang dalam amar putusan Majelis Hakim, dengan nomor 87/PDT/2024/PT DPS Tabanan, pada 25 April 2024 kemarin. Sebelumnya, PN Tabanan memutus sesuai dengan nomor putusan 190 /Pdt.G/2023/PN Tabanan.

Kuasa Hukum Desa Adat Kelecung I Gusti Ngurah Putu Alit Putra mengatakan, di tingkat banding dalam pertimbangannya Majelis Hakim Tinggi dalam perkara tingkat banding dengan No. 87/PDT/2024/PT Denpasar, mengambil alih Pertimbangan hukum dan fakta dalam persidangan di Pengadilan Negeri Tabanan.

Sehingga, Pengadilan Tinggi Denpasar menguatkan Putusan Pengadilan Negeri Tabanan dengan perkara No. 190/Pdt.G/2023/PN Tabanan yang diputus tanggal 26 Februari 2024 lalu.

Baca Juga:  Pasutri Tewas Mengenaskan Usai Ditabrak Truk di Baturiti

“Dengan kemenangan untuk di tingkat banding ini tentu kami bersyukur dan mengucapkan terimakasih kepada majelis Hakim tinggi. Inilah proses hukum yang jujur dan memenangkan kebenaran,” ujarnya, Jumat (26/4/2024).

Alit mengaku, berkaca dari sidang sebelumnya, pihaknya sudah yakin akan kemenangan ini. Hal itu dikarenakan keterangan dari enam orang saksi lemah dan sangat tidak mendukung dalil-dalil mereka. Kasus ini menurut hematnya, bahwa pada tahun 1960 keluar Undang-Undang Pokok Agraria (UUPA) dan berlaku sejak tahun 1961.

Baca Juga:  KPU Tabanan Gelar Simulasi Pemungutan Suara di Desa Antosari Selbar, Libatkan 398 DPT

Saat itu sudah ditentukan dalam pasal 19 ayat 2 huruf c, bahwa tanah milik hendaknya didaftar dalam suatu buku yang namanya buku tanah. Atau kini dikenal dengan sertifikat tanah.

“Kemudian apabila pihak Jero Marga, merasa itu tanah mereka kenapa tidak didaftarkan saja sertifikatnya saat tahun 1977. Itu mengapa mereka mendaftarkan IPEDA terhadap tanah sebelah tanah sengketa,”

Baca Juga:  Diskusi dengan Anak Muda, Sengap Singgung Peningkatan Penyerapan Tenaga Kerja dan Pengelolaan Lingkungan

“Kami menduga jangan-jangan tanah tanah mereka itu ada juga yang sebenarnya milik warga kelecung/tanah negara/tanah kosong yang hanya mereka klaim sejak 1977 saja dengan dasar IPEDA,” sambungnya.

Ia menambahkan, pada dasarnya Jero Marga dinilainya menggungat tanah milik Pura Dalem yang telah bersertifikat. Namun syukurnya, pihaknya menang di Perdata telah dua kali dan sekali henti di Pidana.

“Sampai kapanpun kami akan siap apabila pihak sana terus melakukan upaya hukum. Apabila mereka minta rekonsiliasi tentu kami akan serahkan kepada warga. Kami tidak memiliki kewenangan maupun kuasa bertindak sejauh itu agar tidak membias,” imbuhnya. (ana)