PANTAUBALI.COM, TABANAN – Jero Dasaran Alit alias Kadek Dwi Arnata, terdakwa kasus pelecehan seksual, menjalani sidang kedua pengajuan eksepsi atau nota keberatan, Senin (29/1/2024). Sidang kedua ini digelar secara tertutup di Pengadilan Negeri (PN) Tabanan.
Kuasa Hukum Jero Dasaran Alit, Kadek Agus Mulyawan mengatakan, pada dasarnya eksepsi ini diajukan karena pihaknya tidak setuju dengan isi surat dakwaan Jaksa Penuntut Umum (JPU).
“Kami selaku kuasa hukum tidak setuju dengan surat dakwaan penuntut umum karena melihat dakwaan tidak memenuhi syarat materiil sehingga harus dibatalkan atau tidak dapat diterima,” ungkapnya saat ditemui usai persidangan.
Lebih lanjut Mulyawan menjelaskan, ada tiga alasan dalam pengajuan eksepsi ini. Pertama, salah satu atau beberapa unsur pasal itu tidak diuraikan dalam surat dakwaan. “Karena unsur dakwaan tidak disebutkan maka otomatis tidak dikorelasikan pada fakta peristiwa konkrintnya,” ucapnya.
Kedua, surat dakwaan yang dibuat JPU tidak cermat. Dikatakannya dalam dakwaan kesatu ada pasal primair subsider begitu juga dengan dakwaan kedua. Empat dakwaan itu uraian dan rumusannya sama. Padahal sudah ada Susar Edaran MA (Mahkamah Agung) dan Surat MK (Mahkamah Konstitusi) itu tidak diperbolehkan.
“Kami juga pertanyakan dari surat dakwaan yang sama tersebut terdapat ancaman pasal yang berbeda. Nah jadi hemat kami bahwa surat dakwaan itu sesat. Sehingga harus dibatalkan,” sambungnya.
Ketiga, lanjut Mulyawan, surat dakwaan penuntun umum ini palsu. Atau dalam artian surat dakwaan dibuat dari berita acara yang cacat hukum atau menyimpang dari uraian penyidikan dan penyelidikan sebelumnya.
“Dulu ketika penyidikan dianggap rampung dan akan P21. Namun tiba-tiba tidak jadi dilimpahkan karena ada P19. Nah dalam P19 itu ada catatan penambahan pasal. Kemudian pertanyaan kami, jika ada penambahan pasal maka seyogyanya harus ada penambahan alat bukti, penyidikan dan penyelidikan baru,” ucapnya.
Mulyawan menambahkan, saat tahap penyelidikan dengan pemeriksaan pelaku dan saksi, kliennya diperiksa berdasarkan satu pasal saja yakni pasal 6 huruf C Undang-Undang RI Nomor 12 Tahun 2022 tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (TPKS). Namun ternyata dalam surat dakwaan ada penambahan pasal.
“Nah itu yang kami pertanyakan sekarang. Apa dasar dakwaan ini dengan penambahan empat pasal? Jadi kami menyimpulkan bahwa dakwaan ini hanya berdasarkan asumsi saja dan bukan fakta hukum,” ungkapnya.
Terkait agenda sidang selanjutnya setelah pembacaan eksepsi ini maka akan dilanjutkan dengan tanggapan oleh JPU pada Senin (5/2/2024). Setelah itu, majelis hakim akan menjatuhkan putusan sela.
“Terkait keputusan sela, kami berharap majelis hakim memeriksa perkara ini berdasarkan kebenaran yuridis, filosopi, sosiologis dan juga materiil,” ucapnya.
Sementara itu, Kasi Pidana Umum Kejaksaan Negeri (Kejari) Tabanan Ngurah Wahyu Resta mengatakan, untuk selanjutnya pihaknya akan mempelajari eksepsi dari kuasa hukum terdakwa. “Kami akan mempelajari (pengajuan eksepsi) terlebih dahulu,” katanya.
Seperti diberitakan Jero Dasaran Alit secara resmi dilimpahkan ke Pengadilan Negeri Tabanan pada tanggal 11 Januari lalu. Dasaran Alit yang ditetapkan sebagai tersangka per tanggal 9 Oktober 2023, dijerat dengan pasal Pasal 6 huruf a dalam UU Nomor 12 Tahun 2022 tentang TPKS.
Kemudian, pada 23 November 2023, Jero Dasaran Alit kembali dijatuhi tambahan tiga pasal primer, yakni pasal 6 huruf C UU TPKS tentang penyalahgunaan kedudukan atau wewenang, kemudian pasal 285 KUHP tentang pemerkosaan dan Pasal 289 KUHP tentang perbuatan pencabulan dengan ancaman hukuman maksimal selama 12 tahun penjara. (ana)