Ketut Wisma Olah Sabut Kelapa Jadi Kerajinan Monyet-Monyetan

Ketut Wisma (59) bersama istrinya menunjukkan mainan monyet-monyetan dari sabut kelapa saat di acara Tanah Lot Art and Food Festival, Minggu (25/6/2023).
Ketut Wisma (59) bersama istrinya menunjukkan mainan monyet-monyetan dari sabut kelapa saat di acara Tanah Lot Art and Food Festival, Minggu (25/6/2023).

PANTAUBALI.COM, TABANAN – Berbekal keahlian yang dimiliki, Ketut Wisma (59), fotografer di DTW Tanah Lot mengolah sabut kepala atau sambuk menjadi mainan berbentuk monyet.

Pria paruh baya asal Banjar Batugaing, Desa Beraban, Kediri, tersebut telah membuat kerajinan unik ini sejak tahun 1970.

“Awalnya saya kerja bersama orang untuk membuat kerajinan ini di Banjar Batugaing Kaja.

Setelah yang bersangkutan tidak bisa lagi membuat, mulailah saya yang meneruskan,” ujar Wisma, Minggu (25/6/2023).

Ia menjelaskan, proses pembuatan mainan monyet-monyetan ini tidaklah sulit. Kelapa tua yang memiliki serabut tebal (gabug) diukir dengan pisau hingga berbentuk monyet.

Baca Juga:  Pelinggih Warga Desa Selanbawak Rusak Ditimpa Pohon Tumbang Akibat Hujan Deras dan Angin Kencang

Kemudian, untuk mata menggunakan cangkang kerang putih yang diberi cat. Ukuran produknya pun bervariasi sesuai ukuran gabug yang didapat.

“Dulu ada tiga pengrajin, sekarang hanya saya saja yang bertahan,” sebutnya.

Selain mainan monyet-monyetan, ia bersama istrinya, Nyoman Suriasih (52) juga membuat pot bunga dari kelapa kering. Bahkan, kerajinannya itu ikut ditampilkan dalam pameran UMKM di Tanah Lot Art and Food Festival.

Pria yang juga berprofesi sebagai petani ini menyebut, hasil kerajinannya dipasarkan di Badung, Denpasar, Klungkung dan Tabanan.

Baca Juga:  Pasutri Tewas Mengenaskan Usai Ditabrak Truk di Baturiti

Sebelum Pandemi Covid-19, produk juga telah dipasarkan hingga keluar negeri seperti Australia dan Italia. Dengan keuntungan per hari mencapai Rp3 juta. Bahkan, ia sampai memesan gabug hingga ke Jembrana.

“Setelah pandemi, saya hanya cari bahan di seputaran Tabanan, sambil ke sawah liat ada dua bawa pulang. Karena tidak kuat duduk jadi ambil orderan sedikit saja,” jelasnya.

Baca Juga:  1.154 Orang PPPK Guru dan Penyuluh Pertanian Ikuti Orientasi 

Wisma mengaku, saat ini ia hanya bisa menghasilan maksimal 5 buah produk per hari. Sedangkan dalam kurun waktu satu minggu hanya bisa memenuhi 20 – 30 buah pesanan.

“Sekarang saya jual 50 ribu per buah karena bahannya juga sulit didapat,” imbuhnya. (ana)