
PANTAUBALI.COM, TABANAN — Setiap 20 November, masyarakat memadati Taman Pujaan Bangsa (TPB) Margarana di Kecamatan Marga, Kabupaten Tabanan, untuk berziarah dan mengenang para pahlawan yang gugur dalam Puputan Margarana pada 1946.
Pada Kamis (20/11/2026) pagi, ratusan warga datang sejak matahari terbit untuk mendoakan para pejuang serta mengenalkan sejarah pertempuran kepada anak-anak mereka.
Cucu salah satu pejuang Puputan Margarana, I Gusti Ngurah Nyoman Oka (almarhum), yakni I Gusti Ngurah Darma Putra, mengatakan ia selalu datang bersama istri dan anaknya untuk berziarah. Kakeknya adalah pejuang asal Desa Bugbugan, Penebel.
“Setiap tahun kami pasti datang untuk berdoa,” ujarnya.
Darma Putra mengaku keluarganya tidak lagi memiliki arsip perjuangan kakeknya. Namun, ia mengetahui cerita keberanian kakeknya dari sang ayah.
“Saya bangga punya kakek yang ikut bertempur. Waktu zaman gerilya, kakek saya salah satu wakil dari Desa Senganan yang ikut berperang di sini. Selain kakek, banyak juga pejuang dari Senganan,” katanya.
Warga lain, I Wayan Budiarta dari Desa Geluntung, Marga, juga datang berziarah meski tidak memiliki keluarga yang gugur. Baginya, datang ke Margarana adalah bentuk penghormatan kepada para pahlawan. “Ini bentuk hormat kami,” katanya.
Selain berziarah, Budiarta rutin mengajak anak-anaknya mengunjungi Museum TPB Margarana sebagai cara mengenalkan sejarah dan menumbuhkan rasa nasionalisme sejak dini. Ia menilai kunjungan langsung ke lokasi bersejarah membuat anak-anak lebih memahami nilai perjuangan.
“Anak-anak harus tahu di sini pernah terjadi pertempuran besar. Suasananya beda, mereka bisa merasakan langsung nilai perjuangan,” ujarnya.
Museum TPB Margarana menjadi salah satu tujuan favorit pengunjung. Museum ini menyimpan senjata, pakaian, dokumen perjuangan, hingga replika strategi pasukan Ciung Wanara yanh dipimpin oleh I Gusti Ngurah Rai. Meski hanya dibuka pada hari tertentu, minat pengunjung tetap tinggi.
Putu Sri Wahyuni, warga asal Cepik, Tabanan, juga mengajak anak-anaknya berkunjung ke museum. Ia mengaku cukup sering datang meski museum tidak selalu buka.
“Spot wajib itu museum. Di sini kami bisa lihat senjata dan benda bersejarah,” katanya.
Ia menambahkan, upacara peringatan setiap 20 November juga menjadi daya tarik bagi keluarga.
“Saya ingin menanamkan rasa nasionalisme. Pahlawan sudah berjuang memberi kemerdekaan, tugas kita menghargai,” ujarnya.
Peringatan 20 November di TPB Margarana tidak hanya menjadi momen mengenang sejarah, tetapi juga sarana edukasi bagi generasi muda mengenai keberanian, pengorbanan, dan nilai cinta tanah air yang diwariskan para pejuang. (ana)






























