
PANTAUBALI.COM, TABANAN – Persatuan Perangkat Desa Indonesia (PPDI) Kabupaten Tabanan menyampaikan aspirasi mereka kepada Komisi I DPRD Tabanan melalui audiensi yang digelar di Gedung Paripurna DPRD pada Jumat (14/11/2025).
Pertemuan ini fokus pada tiga hal utama yang dianggap mendesak bagi perangkat desa, yakni dana purnabakti, kepastian jaminan kesehatan melalui BPJS setelah tidak lagi menjabat, dan peningkatan kesejahteraan.
Ketua PPDI Tabanan, I Wayan Adi Suwitra mengatakan, banyak perangkat desa merasa nasib mereka belum mendapat perhatian memadai, terutama setelah memasuki masa purna tugas.
Meski perangkat desa memiliki tugas dan tanggung jawab yang jelas, status serta perlindungan mereka di masa tua belum memiliki kepastian.
“Kami menyadari selaku perangkat desa yang mempunyai tugas jelas dan tanggung jawab yang jelas. Namun kami sampai saat ini belum diperhatikan kejelasan status, keberadaan tentang kesehatan kami melalui BPJS dan masa purnabakti,” kata Adi Suwitra.
Ia menambahkan, saat seorang perangkat desa pension baik karena usia maupun mengundurkan diri jaminan kesehatan maupun dukungan purnabakti langsung terputus.
“Banyak kawan-kawan kami begitu pensiun, ketika dia pensiun terus punya masalah karena sudah umur, sudah pasti dia sakit, ya perpaksaan diri. Tidak ada perhatian pemerintah, entah bagaimana itu,” ujarnya.
Adi juga menyinggung ketimpangan penghasilan. Menurutnya, perangkat desa yang sudah mengabdi puluhan tahun mendapatkan gaji setara dengan mereka yang baru diangkat.
“Orang yang punya pengabdian lebih, sampai puluhan tahun seperti saya sendiri, sampai 25 tahun, dibandingkan yang 7 hari diangkat gajinya tetap sama. Seharusnya kami punya penyetaraan kenaikan-kenaikan itu. Minimal (gaji) ke upah regional, kan itu standarnya,” tegasnya.
Menanggapi aspirasi tersebut, Ketua Komisi I DPRD Tabanan, I Gusti Nyoman Omardani, mengatakan pihaknya memahami tuntutan PPDI. Namun sejumlah kebijakan masih terhambat aturan dari pemerintah pusat.
Terkait dana purnabakti, Omardani menyebut bahwa Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2024 sebenarnya membuka peluang pemberian dana tersebut. Tetapi pelaksanaannya menunggu Peraturan Pemerintah (PP) sebagai pedoman teknis. “Sampai saat ini PP-nya belum ada,” ujarnya.
Untuk jaminan BPJS Kesehatan pascapurnatugas, Omardani menyampaikan bahwa tidak ada ketentuan yang mewajibkan pemberiannya. Sebagai alternatif, ia menyarankan skema bantuan melalui PBI (Penerima Bantuan Iuran) daerah dengan layanan kelas 3.
Sementara itu terkait peningkatan kesejahteraan, ia mengatakan hal tersebut akan disesuaikan dengan kemampuan keuangan daerah melalui mekanisme alokasi dana desa (ADD) atau bagi hasil pajak (BHR).
“Di sana nanti ada peluang untuk diatur bagaimana untuk meningkatkan pendapatan perangkat desa. Dengan syarat tidak melanggar ketentuan Undang-Undang bahwa pembagiannya adalah 30 persen dan 70 persen,” jelasnya.
Sebagai tindak lanjut, Komisi I menugaskan Dinas Pemberdayaan Masyarakat dan Desa (DPMD) Tabanan untuk mengkaji regulasi di daerah lain seperti Bangli, Klungkung, dan Buleleng yang disebut telah memiliki Perbup mengenai dana purnabakti.
“Kami minta untuk segera melakukan pengkajian terhadap hal tersebut supaya segera bisa menerbitkan Perbup walaupun belum keluar daripada PP yang berkaitan dengan pelaksanaan Undang-Undang 3 tahun 2024 ini,” ucap Omardani.
DPRD Tabanan juga merencanakan konsultasi ke Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) guna mencari kepastian atas implementasi Undang-Undang 3 Tahun 2024 yang hingga kini belum didukung PP sebagai aturan turunan. (ana)






























