
PANTAUBALI.COM, DENPASAR – Kesenian tradisional Janger, yang dikenal sebagai tari pergaulan muda-mudi Bali, kembali tampil memeriahkan Pesta Kesenian Bali (PKB) ke-47 tahun 2025.
Kali ini, Kabupaten Badung menghadirkan Sanggar Seni Wredaya Muni dari Desa Adat Tanjung Benoa, Kecamatan Kuta Selatan, untuk ambil bagian dalam Utsawa Janger Tradisi Remaja di Kalangan Ayodya, Taman Budaya Provinsi Bali, Senin (14/7/2025) malam.
Pementasan ini mengangkat tema “Napak Tetamian”, yang terinspirasi dari kehidupan sosial masyarakat Tanjung Benoa. Tema tersebut menggambarkan keharmonisan antarumat beragama dan lintas suku yang sudah lama terjalin di wilayah tersebut, antara komunitas Hindu Bali, Islam Bugis, dan Cina Konghucu.
Kata tetamian sendiri bermakna warisan atau peninggalan. Di Desa Adat Tanjung Benoa, terdapat sebuah tapakan Rangda yang diwariskan oleh leluhur masyarakat Hindu setempat.
Uniknya, saat upacara Piodalan, tapakan Rangda ini turut diiringi alunan lagu-lagu janger dan tarian janger, yang tidak hanya dilaksanakan oleh warga Hindu, tetapi juga melibatkan masyarakat Islam Bugis dan Cina Konghucu. Inilah cerminan nilai Jagat Kerthi dan Loka Hita Samudaya, di mana perbedaan disatukan demi harmoni bersama.
Ketua Sanggar Seni Wredaya Muni, I Ketut Aditya Putra, menjelaskan bahwa tema pementasan kali ini memang bertujuan menampilkan akulturasi budaya yang sudah turun-temurun hidup di Tanjung Benoa.
“Sejak kecil saya sudah menyaksikan keberagaman ini. Melalui kolaborasi tiga budaya ini, kami ingin menyajikan sesuatu yang baru tanpa meninggalkan akar tradisi,” ungkapnya.
Proses persiapan pertunjukan ini berlangsung sekitar tiga bulan. Selama proses tersebut, sanggar berupaya memadukan unsur seni dari ketiga komunitas, baik dalam gending, tarian, maupun iringan tabuh. Pementasan ini melibatkan 29 orang penari dan 22 penabuh.
Aditya juga menuturkan, kesenian janger di Desa Adat Tanjung Benoa sebenarnya pernah hidup aktif sekitar tahun 1998. Kala itu, sejumlah tokoh masyarakat dari Banjar Tengah menggagas pelestarian janger dengan belajar ke Banjar Bengkel, Sumerta Kelod, Denpasar.
Selain karena hubungan pergaulan antar tokoh, secara niskala diyakini adanya keterkaitan spiritual antara sesuhunan di Tanjung Benoa dan Bengkel.
Namun, seiring perubahan zaman dan bergantinya generasi, kesenian ini sempat mengalami kevakuman, meski tak tercatat pasti kapan mulainya.
Melalui momentum PKB tahun ini, janger Tanjung Benoa kembali dihidupkan, melibatkan anak-anak muda, beberapa di antaranya merupakan putra-putri dari para penari janger generasi sebelumnya.
“Sekarang anak-anak muda inilah yang kami ajak menari janger. Mereka menari sekaligus membangkitkan kenangan masa lalu orang tua mereka. Inilah cara kami mewariskan seni budaya sekaligus menjaga keharmonisan antar umat di desa kami,” tutup Aditya. (jas)