
PANTAU BALI.COM, DENPASAR – Panggung Kalangan Ratna Kanda di Taman Budaya Art Center dipenuhi suasana magis. Sanggar Purnama, mewakili Banjar Babakan, Desa Canggu, Kuta Utara, Badung, membawakan sebuah dramatari bertajuk Baris Sambeng Agung, sebuah kisah klasik desa yang selama ini nyaris tertutup debu zaman, Rabu (25/6/2025)..
Lebih dari sekadar pertunjukan tari, Baris Sambeng Agung menjadi ruang sakral untuk merawat kembali jejak budaya dan spiritual masyarakat Canggu.
Garapan yang memadukan dramatari, tabuh, dan topeng ini membawa penonton menyusuri sejarah masa kepemimpinan Ida Cokorda Sakti Pemecutan di Bandana Negara, kawasan barat Kerajaan Badung tempo dulu.
Dikisahkan, Desa Canggu kala itu dihantui mrana, serangan hama dan musim kering yang berkepanjangan, memicu keresahan rakyat.
Sang Bendesa pun bertolak ke Puri Pemecutan, memohon petunjuk. Melalui pewisik Sang Hyang Widhi, sang Raja menerima wangsit: penyelamat desa terletak pada pusaka suci Sambeng Agung yang disimpan di pura desa.
Atas petunjuk itu, digelarlah upacara nangkluk merana, ritual suci mengelilingi desa dengan pusaka Sambeng Agung, mengusir pagebluk sekaligus membangkitkan semangat pemuda setempat untuk mempelajari tari Baris, tari keprajuritan Bali yang penuh makna kepahlawanan. Dari ritual itulah lahir Baris Sambeng Agung, simbol pelindung desa sekaligus kekuatan spiritual masyarakat Canggu.
“Pementasan ini kami persembahkan untuk membangunkan kembali ingatan generasi muda tentang warisan leluhur mereka. Jangan sampai kisah-kisah desa yang penuh nilai spiritual ini lenyap begitu saja,” ujar Koordinator Pementasan, I Made Karjata.
Ia bersama tim tabuh, di bawah bimbingan Ketut Narmada, serta pembina naskah I Made Agus Adi Santika, meracik pertunjukan ini menjadi sajian yang utuh.
Antusiasme penonton pun mengalir deras. Tak hanya karena keindahan gerak tari dan gemuruh tabuh, tetapi karena makna filosofis yang dihadirkan kembali secara segar dan relevan di tengah masyarakat modern.
Melalui Baris Sambeng Agung, Kabupaten Badung tak sekadar tampil di Pesta Kesenian Bali (PKB) ke-47, tetapi juga mengukuhkan kembali identitas budaya yang selama ini hampir terlupakan. Sebuah upaya penting merawat jati diri Bali melalui pusaka, cerita, dan seni pertunjukan. (ana)