Duta Kabupaten Badung Tampilkan Drama Gong ‘Kadga Maya’ di PKB 2025

Penampilan Drama Gong berjudul 'Kadga Maya' dari Duta Kabupaten Badung. 
Penampilan Drama Gong berjudul 'Kadga Maya' dari Duta Kabupaten Badung. 

PANTAU BALI.COM, BADUNG – Duta Kabupaten Badung kembali menampilkan karya seni tradisi yang memukau di ajang Pesta Kesenian Bali (PKB) XLVII tahun 2025. Dalam kategori Drama Gong Tradisi, Sekaa Drama Gong Sentananing Samudra dari Sanggar Seni Harsa Wirasana, Desa Adat Kuta, Kecamatan Kuta, menampilkan lakon berjudul ‘Kadga Maya’, Minggu (22/6/2025).

Sutradara Subamia menjelaskan, pemilihan lakon “Kadga Maya” bertujuan untuk menghadirkan narasi yang tidak hanya menyentuh sisi emosional, tetapi juga menumbuhkan kesadaran historis dan nilai-nilai kepemimpinan yang adil dan berbudi.

“Drama Gong bukan sekadar hiburan, tetapi ruang kontemplatif yang menghidupkan kembali nilai-nilai tradisi dan kebangsawanan Bali,” ujarnya saat ditemui Minggu (22/6) malam di Kalangan Ayodya, Taman Budaya Art Center Denpasar.

Sementara I Wayan Eka Adnyana Selaku Koordinator Drama Gong menjelaskan, Drama gong duta Kabupaten Bandung terdiri dari  16 penari dan 26 penabuh. “Dimana proses latihan berjalan selama 3,5 bulan yang dibina oleh Tuwaji Lanang Sumbamia dan Pak I Wayan Warsa sebagai pembina drama,” paparnya.

Pertunjukan yang dipentaskan di panggung terbuka Ardha Candra ini mengangkat kisah dramatik tentang perjalanan hidup seorang pemuda bernama I Made Ripta di pedukuhan Pandan Singid. Bersama ayah dan dua abdinya, Ripta menjalani keseharian sebagai pemburu.

Baca Juga:  Bupati-Wakil Bupati Badung Ikuti Retreat Kepala Daerah Gelombang II di IPDN Jatinangor

Suatu hari, meski telah diperingatkan mengenai hari yang dianggap keramat, Ripta tetap memutuskan untuk pergi berburu. Saat mengejar buruan di tengah hutan, panahnya justru mengenai Dyah Praba Suari, putri Raja Candra Negari, bukan binatang incarannya.

Merasa bersalah, Ripta bersedia mengantarkan sang putri kembali ke puri dan akibatnya dijebloskan ke penjara. Di sisi lain, intrik politik istana pun mengemuka.

Baca Juga:  3 Tersangka Penembakan WNA Australia di Badung Ditangkap, Kabur Pakai Mobil Hasil Penggelapan

Raja Candra Negari yang berada di bawah tekanan Kerajaan Cakra Negara mendapatkan kabar bahwa salah satu putrinya akan dijadikan istri oleh Raden Jaya Sengara. Sang Raja berencana menikahkan putri sulungnya, Dyah Praba Suari. Namun permaisuri (prami) menginginkan putri kandungnya, Dyah Matsaryawati, yang dinikahi.

Kisah menjadi semakin kompleks ketika Dyah Praba Suari menunjukkan rasa iba kepada I Made Ripta dan diam-diam mengirimkan makanan ke penjaranya.

Aksi tersebut dipergoki oleh sang prami dan Patih Agung yang kemudian berencana membunuh Ripta. Namun rencana ini gagal karena pusaka kerajaan tak mampu melukainya. Ripta kemudian mengungkap bahwa hanya pusaka bernama Kadga Maya yang dapat mengalahkannya—pusaka anugerah dari Hyang Berawi.

Puncak drama terjadi saat Dukuh Kawi mengungkap identitas asli Made Ripta sebagai Raden Semara Putra, putra mahkota Kerajaan Surya Negara yang dihancurkan oleh Cakra Negara 27 tahun silam. Akhirnya, Raden Semara Putra dipersatukan kembali dengan Dyah Praba Suari melalui ikatan pernikahan sebagai wujud kebenaran yang akhirnya terungkap.

Baca Juga:  Presiden Prabowo Utus Menteri Kebudayaan Buka PKB 2025, Jubir Koster Ungkap Alasannya

Drama ini disutradarai dan ditulis oleh Drs. I Gusti Lanang Subamia yang juga berperan sebagai pembina drama bersama I Wayan Warsa. Koordinator kegiatan adalah I Wayan Eka Adnyanadan ketua sanggar adalah I Wayan Adi Wiguna Sementara pembina tabuh dipercayakan kepada I Nyoman Tri Sugiantara dan I Gede Suparka.

Penampilan ini tidak hanya menunjukkan kemampuan dramatik dan musikal yang kuat, tetapi juga menggambarkan kedalaman nilai-nilai budaya, sejarah, serta pesan moral tentang identitas, keadilan, dan keberanian menegakkan kebenaran. (jas)