PANTAUBALI.COM, TABANAN – Kejaksaan Negeri (Kejari) Tabanan berhasil melelang 60 unit barang bukti (BB) dari perkara tindak pidana ringan (Tipiring) yang telah berkekuatan hukum tetap.
Barang bukti berupa kendaraan bermotor roda dua tersebut terjual dengan total nilai pelelangan mencapai Rp21 juta. Seluruh hasil penjualan telah disetorkan ke kas negara sebagai Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP).
Kepala Seksi Pengelolaan Barang Bukti dan Barang Rampasan (PB3R) Kejari Tabanan, Lenny Marta Baringbing, menjelaskan, barang bukti yang dilelang merupakan hasil dari putusan verstek—yakni perkara pelanggaran lalu lintas yang disidangkan tanpa kehadiran terdakwa. Semua barang bukti tersebut berstatus sebagai tunggakan karena tidak ditemukan pemiliknya.
“Barang bukti ini tidak diambil sejak tahun 2018 hingga 2022, dengan total keseluruhan 60 unit kendaraan bermotor,” jelasnya pada Rabu (16/4/2025).
Sebelum proses pelelangan dilakukan, Kejari Tabanan sempat mengumumkan keberadaan barang bukti verstek tersebut sebanyak tiga kali berturut-turut di kantor kecamatan setempat, dengan rentang waktu selama 30 hari. Saat itu, total barang bukti yang diumumkan berjumlah 61 unit motor.
“Dari 61 unit tersebut, hanya satu yang diambil oleh pemiliknya. Sisanya, sebanyak 60 unit, masih menjadi tunggakan. Kami kemudian berkoordinasi dengan Pengadilan Negeri Tabanan,” lanjut Lenny.
Setelah itu, Ketua Pengadilan Negeri Tabanan menerbitkan surat keputusan Nomor 1/Pen.Pid/2024/PN Tab. yang menetapkan status barang verstek pelanggar lalu lintas menjadi barang temuan.
Dengan adanya penetapan tersebut, Kejari Tabanan melanjutkan prosesnya dengan mengajukan permohonan penilaian teknis kendaraan ke Dinas Perhubungan Kabupaten Tabanan, serta permohonan taksiran nilai barang temuan kepada Dinas Perdagangan dan Perindustrian Kabupaten Tabanan.
Tim penilai kemudian melakukan survei lapangan dan menerbitkan laporan perkiraan harga sebagai dasar untuk penjualan langsung barang temuan tersebut kepada masyarakat secara terbuka.
“Nilai awal barang diperkirakan mencapai Rp700 ribu per unit. Namun saat dijual, harganya menurun karena kondisinya sudah rusak, tidak bisa digunakan, dan tidak dilengkapi surat-surat kendaraan,” tambahnya.
Lenny menegaskan, barang bukti verstek dinyatakan sebagai barang kedaluwarsa jika tidak diambil lebih dari dua tahun sejak waktu penyitaan. Selama belum melewati masa tersebut, pihak Kejari hanya menunggu itikad baik dari pemilik untuk mengambilnya dengan terlebih dahulu membayar denda tilang.
“Jika dalam waktu lebih dari dua tahun barang tidak diambil, maka statusnya ditetapkan sebagai barang temuan, dan kami ajukan permohonan ke pengadilan untuk penetapannya,” pungkasnya. (ana)