PANTAUBALI.COM, BADUNG – Dua wanita asal Rusia, AT (24) dan KM (22), dideportasi setelah terbukti melanggar izin tinggal dan terlibat dalam jaringan prostitusi. Deportasi ini dilakukan oleh Rumah Detensi Imigrasi (Rudenim) Denpasar setelah penyelidikan yang dilakukan oleh Direktorat Jenderal Imigrasi.
Kepala Rudenim Denpasar, Gede Dudy Duwita, mengungkapkan bahwa AT memasuki Indonesia pada 16 Oktober 2024 menggunakan Izin Tinggal Kunjungan yang berlaku hingga 20 November 2024, sementara KM masuk pada 23 September 2024 dengan izin yang sama. Keduanya ditangkap pada 14 November 2024 di sebuah vila di Seminyak, Kuta, setelah petugas menemukan bukti adanya aktivitas prostitusi melalui patroli digital.
“Penyelidikan kami dimulai dengan temuan komunikasi mencurigakan terkait tawaran terapis pijat plus-plus. Kami kemudian melakukan penggeledahan di vila tempat mereka menginap, dan menemukan sejumlah barang bukti, termasuk paspor, uang dalam pecahan dolar Amerika dan Australia, baby oil, serta alat-alat yang diduga digunakan untuk kegiatan ilegal,” terang Dudy.
Selain itu, petugas juga menemukan foto-foto yang digunakan oleh AT dan KM untuk menawarkan diri sebagai terapis, yang keduanya mengakui sebagai milik mereka. Meski demikian, keduanya berkilah bahwa foto-foto tersebut hanya dipasang di WhatsApp story mereka tanpa mengetahui bagaimana gambar tersebut bisa digunakan dalam tawaran prostitusi.
Meskipun keduanya mengklaim datang ke Bali hanya untuk berlibur, tindakan mereka jelas melanggar Pasal 75 ayat (1) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 6 Tahun 2011 tentang Keimigrasian. Pasal tersebut menyatakan bahwa pejabat imigrasi berwenang mengambil tindakan terhadap warga negara asing yang terlibat dalam kegiatan yang membahayakan keamanan atau ketertiban umum.
Setelah ditahan selama 13 hari, pada 2 Desember 2024, AT dan KM dideportasi menuju Moskow, dengan pengawalan ketat oleh petugas Rudenim Denpasar. Keputusan ini menjadi bagian dari upaya pemerintah Indonesia untuk menanggulangi kejahatan transnasional, termasuk kegiatan prostitusi yang melibatkan warga negara asing.
Kepala Kantor Wilayah Kementerian Hukum dan HAM Bali, Pramella Yunidar Pasaribu, menegaskan bahwa langkah tegas ini diambil untuk menjaga keamanan dan ketertiban di Bali, yang merupakan destinasi wisata internasional.
“Kami berkomitmen untuk menjaga Bali sebagai daerah yang aman dan tertib. Tidak ada tempat bagi pelanggar hukum keimigrasian di sini,” ujarnya.
Dudy juga menambahkan, “Pelanggaran izin tinggal dan keterlibatan dalam aktivitas ilegal seperti prostitusi akan terus ditindak tegas. Kami akan terus bekerja sama dengan aparat terkait untuk memastikan bahwa Bali tetap aman bagi semua pihak.”
Sebagai langkah lanjutan, pasal 102 Undang-Undang Keimigrasian juga memberikan kewenangan untuk menerapkan penangkalan hingga enam bulan, yang bisa diperpanjang jika diperlukan, atau bahkan seumur hidup bagi warga negara asing yang dinilai mengancam ketertiban umum. Keputusan akhir tentang penangkalan akan ditetapkan oleh Direktorat Jenderal Imigrasi berdasarkan evaluasi setiap kasus. (sm)