Debat Pilgub Kedua, De Gadjah Sebut Hubungan Pusat-Daerah yang Tidak Harmonis Menyulitkan Pembangunan 

De Gadjah saat debat Pilgub kedua.
De Gadjah saat debat Pilgub kedua.

PANTAUBALI.COM, DENPASAR – Debat kedua pasangan calon gubernur dan wakil gubernur Bali diselenggarakan di The Meru, Sanur pada Sabtu (9/11/2024), dengan tema besar ‘Menyikapi Dinamika Otonomi Daerah di Bali’

Dalam debat kali ini, berbagai isu strategis terkait otonomi daerah disinggung kedua paslon, dengan lima sub-tema utama, yakni hubungan pusat-daerah, pajak dan retribusi daerah, collaborative governance (pentahelix), inovasi daerah dalam menggali sumber-sumber Pendapatan Asli Daerah (PAD), dan pembangunan Sumber Daya Manusia (SDM).

Dalam debat, paslon nomor urut 1, Made Muliawan Arya alias De Gadjah dan Putu Agus Suradnyana (paket Mulia-PAS) menyoroti pentingnya hubungan pusat-daerah yang harmonis serta penerapan collaborative governance (pentahelix) dalam pembangunan daerah.

Baca Juga:  Waspada Cuaca Ekstrem, BMKG Bali Peringatkan Hujan Lebat dan Petir 14-16 November

De Gadjah menyampaikan pembangunan nasional yang produktif hanya bisa tercapai jika otonomi daerah, desentralisasi, dan dekonsentrasi dijalankan secara efektif.

“Hubungan yang tidak harmonis antara pusat dan daerah akan menyulitkan pembangunan, dan oleh karena itu, Satu Jalur adalah langkah taktis yang bermanfaat strategis bagi Bali di tengah kondisi fiskal daerah yang sedang tidak sehat,” ucapnya.

Baca Juga:  BNNP Bali Musnahkan 2,9 Kg Ganja dan 222 Gram Sabu Dalam Sebulan

De Gadjah juga menyinggung Bali yang pada tahun 2023 mengalami defisit anggaran hingga Rp1,9 triliun dan adanya utang yang harus dibayar termasuk cicilan utang Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN) Rp245 miliar per tahun.

Ia juga mengkritik upaya yang diambil oleh pemerintahan untuk mengatasi defisit ini, seperti peminjaman utang baru yang diajukan oleh Bank Pembangunan Daerah (PBD) Bali sebesar Rp842 miliar pada 2024.

Baca Juga:  Mulyadi-Ardika Singgung Isu Intimidasi dalam Debat Ketiga Pilbup Tabanan

“Kondisi itu sangat berbeda dengan kondisi yang ada pada masa kepemimpinan Gubernur periode 2008-2018 Made Mangku Pastika, yang mewariskan surplus anggaran sebesar Rp1,1 triliun,” ucapnya.

Lebih lanjut Ia juga menyinggung soal collaborative governance. Menurut De Gadjah, partisipasi pihak-pihak di luar pemerintahan, seperti sektor swasta, masyarakat, dan organisasi lainnya, harus dijaga dan dimaksimalkan.

Hal ini penting agar seluruh pihak dapat berperan aktif dalam pengambilan keputusan dan pembangunan Bali secara lebih inklusif. (ana)