Terungkap, Modus Perbekel Bongkasa Minta Uang ke Kontraktor Sebelum Kena OTT

I Ketut Luki (59) dihadirkan saat pers rilis di Ditreskrimsus Polda Bali, Rabu (6/11).
I Ketut Luki (59) dihadirkan saat pers rilis di Ditreskrimsus Polda Bali, Rabu (6/11).

PANTAUBALI.COM, DENPASAR – Perbekel Desa Bongkasa, Badung, I Ketut Luki (59), ditangkap atas dugaan korupsi berupa pungutan liar terhadap kontraktor proyek pembangunan pura yang dibiayai oleh APBDesa Bongkasa 2024 dan Bantuan Keuangan Khusus (BKK) Kabupaten Badung. Penangkapan ini dilakukan oleh Ditreskrimsus Polda Bali saat Luki menghadiri acara penilaian antikorupsi KPK di Badung pada Selasa (5/11).

Kepala Subdirektorat Tindak Pidana Korupsi (Tipidkor) Ditreskrimsus Polda Bali, AKBP M. Arif Batubara, menjelaskan bahwa Luki diduga meminta uang sebagai syarat pencairan dana proyek. Modusnya adalah menghambat proses administrasi dan menunda penandatanganan Surat Perintah Pembayaran (SPP) yang penting untuk pencairan dana proyek.

“Pihak kontraktor menyerahkan uang agar pencairan dana termin proyek dapat segera diproses,” ujar AKBP Arif, Rabu (6/11).

Baca Juga:  Sempat Kejar-Kejaran, Polisi Bekuk Joki Balap Liar di Sunset Road

Berdasarkan pemeriksaan empat saksi, Ketut Luki meminta uang dengan menunda penandatanganan dokumen SPP. Luki diduga memanfaatkan posisinya untuk memperoleh sejumlah uang dari kontraktor agar dana proyek pembangunan pura tersebut bisa segera cair.

Saat penangkapan, petugas mendapati uang tunai Rp 20,6 juta di saku celana Luki, yang diduga hasil dari praktik pungli. Usai penangkapan, petugas juga melakukan penggeledahan di rumah tersangka di Banjar Tanggayuda, Bongkasa, dan mengamankan sejumlah barang bukti seperti dokumen proyek, perangkat elektronik, buku tabungan, serta sertifikat dan BPKB kendaraan yang disinyalir berkaitan dengan kasus ini.

Baca Juga:  Pria Alor Aniaya Pasutri Kerabatnya di Denpasar, Berawal dari Masalah Adat

“Kami turut menyita beberapa kartu bank milik tersangka untuk mendalami aliran dana yang mungkin terhubung dengan praktik ini,” tambahnya.

AKBP Arif menjelaskan, Luki terancam Pasal 12 huruf e dan a dari UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, yang melarang penyalahgunaan wewenang untuk kepentingan pribadi. Pasal ini mengancam hukuman minimal empat tahun hingga seumur hidup, serta denda maksimal Rp 1 miliar.

Baca Juga:  Rapat dengan Komisi II DPR RI, Pj. Gubernur Bali Paparkan Kesiapan Pilkada Serentak 2024

“Saat ini, penyelidikan terus berjalan untuk mencari kemungkinan keterlibatan pihak lain dalam jaringan korupsi ini,” ujar AKBP Arif. (sm)