Generasi Z dan Millennial Terancam Miskin karena Doom Spending

Ilustrasi Doom Spending. (Istimewa)
Ilustrasi Doom Spending. (Istimewa)

PANTAUBALI.COM –  Belakangan ini, istilah Doom Spending menjadi perbincangan hangat di kalangan masyarakat, terutama di media sosial. Aktivitas ini dianggap berbahaya karena dikaitkan dengan gaya hidup boros yang dapat memperburuk kondisi keuangan generasi Z dan millennial. Lantas, apa sebenarnya Doom Spending, dan bagaimana cara kedua generasi ini menjaga keuangan agar tetap stabil di masa depan?

Doom Spending mengacu pada kebiasaan berbelanja impulsif yang dilakukan sebagai upaya untuk meredakan kecemasan atau stres yang disebabkan oleh ketidakpastian ekonomi dan kekhawatiran akan masa depan. Kebiasaan ini sering kali dipicu oleh perasaan pesimis terhadap kondisi keuangan pribadi dan lingkungan sosial yang penuh tekanan.

Menurut Daivik Goel, pendiri startup asal Silicon Valley, kebiasaan boros yang sering ia lakukan seperti membeli pakaian mewah, gadget terbaru, hingga menghabiskan uang untuk kegiatan berfoya-foya, sebenarnya berakar dari ketidakpuasan terhadap pekerjaannya dan tekanan dari teman-temannya.

Goel menjelaskan dalam wawancaranya dengan CNBC Make It, bahwa banyak anak muda terjebak dalam pola perilaku serupa akibat pengaruh lingkungan dan media sosial.

Sementara itu, Ylva Baeckstrom, dosen senior keuangan di King’s Business School sekaligus mantan bankir, mengungkapkan bahwa paparan media sosial yang terus-menerus dapat memicu kebiasaan doom spending. Ia memperingatkan bahwa fenomena ini bisa berdampak fatal bagi keuangan generasi Z dan millennial, yang berpotensi membuat mereka menjadi lebih miskin dibandingkan generasi sebelumnya.

Hasil pengamatan yang dilakukan oleh Survey Monkey mengungkapkan bahwa hanya 36,5% orang dewasa di dunia merasa kondisi finansial mereka lebih baik dibandingkan orang tua mereka. Sebaliknya, 42,8% responden justru merasa keuangan mereka lebih buruk daripada generasi sebelumnya. Survei ini melibatkan 4.342 orang dewasa dari berbagai negara.

Lebih lanjut, Baeckstrom menekankan bahwa sikap dan kebiasaan keuangan seseorang sering kali diwariskan dari keluarganya. Pola pengelolaan uang, bagaimana keluarga mengatur keuangan, serta siapa yang memegang kendali finansial dalam keluarga, semuanya berperan penting dalam membentuk pandangan seseorang terhadap uang dan kebiasaan berbelanjanya.

Fenomena doom spending yang semakin marak di era digital ini mengingatkan generasi muda akan pentingnya kesadaran finansial dan kemampuan mengendalikan pengeluaran. Alih-alih terjebak dalam kebiasaan konsumtif, penting bagi generasi Z dan millennial untuk mulai merencanakan keuangan jangka panjang agar tetap kaya di masa depan. (sm)