Overstay hingga Langgar Keimigrasian, WNA Tiongkok dan Tanzania Dideportasi 

Rudenim Denpasar mendeportasi dua WNA di Bali, Selasa (11/09/2024).
Rudenim Denpasar mendeportasi dua WNA di Bali, Selasa (11/09/2024).

PANTAUBALI.COM, BADUNG – Kantor Wilayah Kementerian Hukum dan HAM Bali melalui Rumah Detensi Imigrasi (Rudenim) Denpasar kembali mendeportasi dua Warga Negara Asing (WNA) di Bali, Selasa (11/09/2024).

WNA tersebut adalah LG (34) seorang pria WN Republik Rakyat Tiongkok (RRT) dan wanita WN Tanzania AIK (26) yang terlibat dalam kasus overstay dan pelanggaran keimigrasian lainnya.

Kepala Rumah Detensi Imigrasi Denpasar Gede Dudy Duwita menerangkan, LG terakhir kali masuk ke Indonesia pada 2 Mei 2024 melalui Bandara Internasional Soekarno-Hatta yang berlaku hingga 31 Mei 2024.

Baca Juga:  Polri Bongkar Pabrik Narkoba di Villa Ungasan Bali, Bos Besar Masih Buron

“Dirinya mengaku dijanjikan pekerjaan oleh temannya yang berkewarganegaraan Tiongkok. Setelah sampai di Bali dirinya membayar ke temannya dan temannya kembali ke Tiongkok,” terangnya.

Selanjutnya, untuk WNA berinisial AIK diketahui tiba di Indonesia pada 12 Agustus 2023 menggunakan izin tinggal kunjungan yang berlaku hingga (10/11/2023).

“AIK dianggap mengganggu ketertiban umum setelah masyarakat mengajukan pengaduan terkait aktivitasnya selama berada di Bali,” ujarnya.

Selain mengganggu ketertiban umum, petugas juga menemukan ia telah melebihi izin tinggalnya lebih dari 60 hari dan tidak dapat menunjukkan dokumen perjalanan saat dilakukan pemeriksaan keimigrasian.

Baca Juga:  Kehabisan Uang dan Diusir Dari Hotel, WN Belgia Dideportasi Dari Bali

Setelahnya, LG telah dideportasi ke Shanghai – Tiongkok, sedangkan AIK dideportasi ke Zanzibar, Tanzania. Keduanya dikawal oleh petugas Rudenim Denpasar dan telah dimasukkan dalam daftar penangkalan Direktorat Jenderal Imigrasi.

Sedangkan Kepala Kantor Wilayah Kemenkumham Bali Pramella Yunidar Pasaribu, menjelaskan, Operasi Jagratara merupakan langkah inisiatif dari Direktorat Jenderal Imigrasi yang bersifat proaktif dan preventif.

Baca Juga:  Hendak Nyalip, Gadis 19 Tahun Berujung Tewas Terlindas Bus di Sibang Gede

Sesuai Pasal 102 Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2011 tentang Keimigrasian, penangkalan dapat dilakukan paling lama enam bulan dan setiap kali dapat diperpanjang paling lama enam bulan.

“Namun demikian keputusan penangkalan lebih lanjut akan diputuskan Direktorat Jenderal Imigrasi dengan melihat dan mempertimbangkan seluruh kasusnya,” tutup Pramella. (jas)