Duta Kabupaten Badung Bawakan Cerita Tradisional ‘Cihnaning Wetu’

Penampilan Utsawa (Parade) Drama Gong Tradisi Duta Kabupaten Badung dalam PKB ke-46.
Penampilan Utsawa (Parade) Drama Gong Tradisi Duta Kabupaten Badung dalam PKB ke-46.

PANTAUBALI.COM, BADUNG – Sanggar Seni Arsa Wijaya, Banjar Anyar Kaja, Kelurahan Kerobokan, Kecamatan Kuta Utara tampil mewakili Kabupaten Badung dalam Utsawa (Parade) Drama Gong Tradisi, di Kalangan Ayodya, Art Center Bali, Kamis (20/6/2024).

Dalam penampilannya, mereka mendapat sambutan meriah dari penonton. Dengan membawakan cerita ‘Cihnaning Wetu’, drama gong ini tidak saja menghibur namun juga menyampaikan banyak pesan moral.

Cerita ‘Cihnaning Wetu’ menceritakan seorang pemuda tampan dari hutan Madui yang bernama I Gusti Ngurah Kawya, Ia hidup bersama ayah dan kedua abdinya yang saban hari kegiatannya berburu dan memancing.

Pada suatu hari ayahnya melarang dirinya untuk pergi berburu dikarenakan hari yang tidak baik, namun secara diam-diam dia tetap pergi berburu.

Setibanya di tengah hutan, datanglah angin topan yang menghadang dan melemparkan mereka bertiga sangat jauh, dan terdampar hingga kemudian mereka sampai di suatu taman yang indah milik Raja Daha Pura.

Dalam kerajaan Daha Pura terdapat dua orang putri yang sulung dari almarhum istri pertama raja bernama Dyah Dibyasari (Putri), dan yang kedua Putri Prami sekarang bernama Dyah Ragasmari (liku). Menurut Raja dan Prami Kedua putrinya ini sudah waktunya untuk dijodohkan.

Sehingga Prami pun diam-diam mengirim utusan ke kerajaan Mataum agar Raja Putra Mataum segera meminang anaknya (liku), yang juga sudah disepakati Raja Mataum. Raja Mataum pun berangkat ke Daha Pura dan setelah sampai di Daha Pura, dinikahkanlah Sang Raja dengan liku.

Baca Juga:  Simakrama di Desa Antap, Mulyadi Disambut Antusias Warga

Sementara itu, Putri (Dyah Dibyasari) seperti biasa datang ke taman bersama dayang-dayangnya membawa sesajen, namun setelah mengaturkan sesajen, Dirinya bertemu dengan I Gusti Ngurah Kawya. Setelah perkenalan Dyah Dibyasari minta kepada I Gusti Ngurah Kawya supaya mau menjadi abdi di Puri Daha Pura yang ditugaskan merawat tetamanan.

Namun, seiring berjalanya sang waktu, Dyah Dibyasari menaruh hati pada I Gusti Ngurah Kawya. Dan pada suatu hari di Taman, Dyah Dibyasari meminta dicarikan kembang dan lanjut untuk memasang di kepalanya.

Ketika itu datang permasuari dan Patih Agung melihatnya yang membuat mereka sangat marah, Dyah Dibyasari diseret oleh Prami, dan Patih Agung disuruh membunuh I Gusti Ngurah Kawya oleh permaisuari.

Begitu hendak dibunuh, datanglah patih anom menghalangi, perdebatan pun terjadi, Patih Agung kalah silat lidah, langsung memanggil Raja, Raja pun marah, dibalikkan tugasnya Patih Anom yang diperintah raja untuk membunuh Ngurah Kawya, Patih Anom pun tidak bisa mengelak perintah Raja.

Baca Juga:  Komisi II DPRD Tabanan Kembali Cek Tiga SD di Kecamatan Baturiti, Begini Kondisinya

Ketika ditikam oleh Patih Anom, Dirinya tidak terluka, lalu Ngurah Kawya menyerahkan keris kecil untuk membunuh dirinya ternyata keris itu diketahui oleh Patih Anom bahwa itu Pusaka Koripan.

Patih Anom curiga setelah Ngurah Kawya menyatakan keris itu orang tuanya yang memberi, dilihatlah tangannya Ngurah Kawya ada tanda cakra, maka dapat dipastikan Ngurah Kawya adalah Putra Raja Koripan.

Ketika itu datang Patih Werda yang telah lama mencari Ngurah Kawya, setelah memberi penjelasan, sepakat akan menghadap Raja.

Di sisi lain Pramesuari menyeret Putri dengan segala makian, datang Patih Agung lalu disuruh membunuh Putri karena dianggap mencemarkan nama baik Puri Daha Pura.

Putri disiksa oleh Patih Agung, ketika hendak dibunuh datanglah Raja, Patih Anom, Raja Muda dan akhirnya Putri selamat dan Patih Agung diusir.

Usai pementasan Koordinator Sanggar I Wayan Ardana, S.Sn., mengatakan, persiapan untuk pementasan menemui banyak kendala karena kesibukan masing-masing pemain drama.

“Masing-masing dari mereka punya kegiatan, maka kita sulit menyatukan pemain dan ini pertama kalinya Kuta Utara mewakili drama gong dalam pentas di PKB mewakili kabupaten Badung dan kami harap bisa maksimal,” ungkapnya.

Baca Juga:  Komisi II DPRD Tabanan Tinjau Kerusakan di SDN 1 Pandak Gede Pasca Longsor

Hal senada juga disampaikan Pembina Sanggar, Drs. I Gusti Lanang Subamia, MM.Pd. Ia mengucapkan terima kasih atas kesempatan yang diberikan kepada Sanggar Seni Arsa Wijaya untuk tampil dalam PKB.

“Saya merasa bangga bisa tampil meski dengan latihan yang tidak efektif, terus terang saja karena yang kami pakai memang punya penampilan-penampilan tapi bukan di drama gong sehingga kita hanya memberikan rambu-rambu. Sehingga seperti inilah penampilan kami karena jam terbangnya belum begitu banyak di drama gong,” ucapnya.

Sementara itu, Kepala Dinas Kebudayaan Kabupaten Badung I Gd Eka Sudarwitha  mengatakan, dirinya sangat bangga dengan apa yang sudah ditampilkan Sanggar Seni Arsya Wijaya dengan menampilkan drama gong tradisi ini, yang mengangkat kisah atau potensi-potensi seni tradisi dikolaborasikan dengan aspek-aspek yang menyampaikan pesan-pesan moral kepada masyarakat.

“Dengan cara atau kemasan yang menghibur, hal ini tidak terlepas dari peran para pembina dan Listibia terutama Listibia Kecamatan Kuta Utara sehingga karya ini dapat diwujudkan dan dapat menghibur kita semua semoga dapat terus berkarya untuk menggali seni potensi dan tetap menghibur melalui akar budaya kita,“ tandasnya. (jas)