PANTAUBALI.COM, DENPASAR – Mantan anggota DPRD Kabupaten Badung I Made Dharma dan kawan-kawan selaku penggugat kembali menuding pihak tergugat Made Tarip Widharta beserta empat orang lainnya diduga menggunakan dokumen palsu sebagai bukti di Pengadilan Negeri (PN) Denpasar dalam perkara sengketa tanah di kawasan Jimbaran, Kuta Selatan.
“Dokumen palsu tersebut berupa surat pipil yang diduga palsu dan surat silsilah anak angkat dalam surat keterangan waris 1979, dan surat pernyataan silsilah keluarga tanggal 19 Juni 1996 yang diduga palsu,” ungkap I Nengah Nuarta dari Nicolas & Partners selaku tim kuasa hukum Made Dharma dalam release yang diterima Selasa (5/9/2023).
Dikarenakan dokumen-dokumen tersebut sudah dipergunakan dalam proses pembuktian di pengadilan, maka pihaknya akan mengambil upaya hukum secara tegas ke kepolisian di Mabes Polri, sekaligus untuk memberantas para mafia tanah di Bali yang banyak meresahkan warga.
Made Dharma juga menerangkan, rumah dari Ni Nyoman Reja (93) yang merupakan ibu kandung Made Dharma, lokasinya bersebelahan yakni masih satu banjar dan satu pekarangan.
Di mana rumah tersebut merupakan bagian dari waris leluhur Made Dharma, yaitu Selungkih, Ni Rumpeng, I Wayan Riyeg dan I Wayan Sadra.
“Jika bukan keluarga dan pewaris, mana mungkin bisa Ni Nyoman Reja membangun rumah dan tinggal bersebelahan dengan rumah tua leluhur para penggugat yang rumahnya sudah berpuluh-puluh tahun bisa dilihat kondisi bangunannya,” katanya.
Nuarta mengatakan, sebelumnya Nyoman Reja akan dijadikan saksi di persidangan. Hal itu mengingat usianya paling tua dari semua ahli waris yang masih hidup. Akan tetapi hukum acaranya tidak diperbolehkan sebagai saksi, namun semuanya sudah diuraikan di gugatan dan kesimpulan siapa ahli waris yang sesungguhnya.
Semasa hidup I Made Ketek (alm) yang merupakan orang tua para tergugat tidak pernah tinggal di rumah I Wayan Selungkih, Ni Wayan Rumpeng, I Wayan Riyeg dan I Wayan Sadra. Bahkan ketika meninggal dunia pada tahun 1974, jenazah Made Ketek disemayamkan di rumah orang tua kandungnya bernama I Ketut Recug (alm), yang sekarang ditempati I Wayan Diarsa (alm) selaku kakak kandung Made Ketek.
“Hal tersebut adalah prinsip dan kepercayaan orang Bali. Dan saya I Made Dharma adalah orang Bali. Saya beserta Magku Rame sebagai pemangku di merajan keluarga besar,” ujarnya.
Dirinya sangat menyayangkan lantaran para tergugat hakim dilaporkan ke Komisi Yudisial (KY) dengan asumsi dan khayalan akibat pikiran yang keliru karena sudah habis akal sehatnya untuk melawan gugatan dari penggugat.
Begitu pula mengenai Laporan Polisi di Polda Bali yang dibesar-besarkan oleh penasehat hukum para tergugat yang masih prematur karena masih lidik dan undangan klarifikasi.
“Kami sudah memberi klarifikasi, sudah membawa bukti-bukti dan saksi-saksi serta sudah menyerahkan surat-surat yang diduga kuat palsu yang dibuat oleh tergugat dengan kelompok-kelompoknya kepada Polda Bali,” tandasnya.
Menanggapi tudingan pihak penggugat tersebut, kuasa hukum tergugat dari Kantor Hukum H2B Law Office, Harmaini Idris Hasibuan SH yang dikonfirmasi menanggapi santai tudingan yang dituduhkan tersebut.
“Kalau mereka (penggugat) menuduh dokumen kami palsu, kok malah mereka menggugat, kenapa tidak lapor pidana di polisi,” ujarnya.
Dikatakan Hasibuan, pihak penggugat menuduh pipil yang dipakai itu palsu, kenapa kliennya Made Tarip Widarta yang diperkenalkannya. Karena yang membuat pipil itu I Riyeg yang sudah meninggal dunia.
“Kalau memang benar itu palsu, kejadiannya sudah lewat dari dua belas tahun dan klien kami Pak Tarip belum lahir. Kalau benar itu palsu, I Riyeg yang dilaporkan dong. Dan sekarang, lokasi tanah itu sudah disertifikat, kenapa tidak lapor polisi untuk pidananya? Kalau memang proses pembuatan sertifikat itu ada unsur pidananya, kok malah menggugat. Kalau pidananya sudah terbukti, baru lakukan gugatan. Justru kita yang melaporkan para penggugat Made Dharma dan kawan-kawan ke Polda Bali dengan tuduhan membuat silsilah palsu. Dan saat ini sedang dalam proses penyidikan di Polda Bali,” terangnya. (*)