DENPASAR – Pantaubali.com – Perhelatan pertemuan Group of Twenty (G20) yang mengambil tema “Recover Together, Recover Stronger” berlangsung di Indonesia, dan puncaknya pada pertengahan November 2022 dimana semua pemimpin tertinggi anggotanya akan hadir di nusa Dua, Bali.
Tema ini diangkat oleh Indonesia, menimbang dunia yang masih dalam tekanan akibat pandemi COVID-19, memerlukan suatu upaya bersama dan inklusif, dalam mencari jalan keluar atau solusi pemulihan dunia.
G20 sendiri adalah forum internasional yang fokus pada koordinasi kebijakan di bidang ekonomi dan pembangunan. G20 merepresentasikan kekuatan ekonomi dan politik dunia, dengan komposisi anggotanya mencakup 80% PDB dunia, 75% ekspor global, dan 60% populasi global.
Menurut Ketua Komunitas Inovasi Teknologi Agro (KITA) Petani Indonesia, Ir.Nyoman Baskara, M.M pertemuan tersebut juga harus serius membicarakan ancaman krisis pangan.
Menurut koordinator Agro Learning Centre (ALC) ini, sampai kapan pun, kalau tidak “care” betul dengan dunia pertanian, krisis pangan akan semakin dekat di depan mata, “Karena itu soal pertanian harus dibicarakan di pertemuan G20.”
Maka ketika ada event internasional di depan kita, berdimensi lingkungan dan ekonomi, mutlak memberikan suatu privilege membahas tentang sektor pertanian ini.
Baskara mengatakan keberpihakan harus mulai dari patokan dasar yang disampaikan Food Agriculture Organisation (FAO), yang menyarankan adanya keberpihakan pada dunia pertanian, “Bentuk riilnya, rekomendasi FAO itu 10% dari anggaran APBN sebuah negara.”
Untuk apa anggaran sebesar itu. “Ada banyak agenda untuk menghasilkan pertanian yang berkualitas. Mulai dari research para ahli, baik sebagai profesional maupun di kampus. Dengan research yang intensif dimungkinkan akan muncul, produk-produk temuan yang akan bisa diimplementasikan untuk menghasilkan benih yang unggul, pertumbuhan bibit yang makin bagus, hasil produksi yang berkualitas dan secara kuantitas bagus.
Dan kata Baskara, yang sangat penting adalah teknologi teknologi yang dihasilkan dari pertanian ini akan mampu menjawab masalah climate change, yang tidak bisa dipecahkan bila tidak ada teknologinya, “Teknologi tidak bisa muncul tiba tiba dari langit, dia harus melalui suatu research yang berulang-ulang. Dan itu harus dibiayai oleh negara, minimal 10% dari APBN.”
Ketika bicara pendidikan, bisa menetapkan 20% mengapa tidak di bidang pangan, kata Baskara, “No food no life. No farmer no future. Sektor yang membuat hidup atau mati pastilah sektor pertanian.”
Bila ancaman krisis pangan dibicarakan secara serius, harus ada sanksinya bagi negara yang tidak melaksanakan. “Karena kecendrungan hasil dari MOU berakhir di seremonial dan bukan berakhir pada kesejahteraan.”
KITA (Komunitas Inovasi Teknologi Agro) Petani Indonesia adalah sebuah komunitas petani yang tidak membatasi keanggotaannya pada para petani, namun juga melibatkan akademisi, profesional, perbankanpemerintah dan generasi muda. Bertujuan agar ada komunikasi intens di dunia pertanian untuk menemukan solusi makro maupun mikro, sehingga produk pertanian menjadi berkualitas, petani bisa mengoptimalkan produk pertanian dan para pedagang komuditas pertanian bisa me dapat keuntungan yang lebih baik.
“KITA menyambut baik pertemuan KTT G20 dan mendukung agar sukses serta berharap ada keputusan yang mendukung perkembangan sektor pertanian , untuk itu kita wajib selain mendukung suksesnya Presisemsi G20 Indonesia juga mengawal agar isu dunia pertanian mendapatkan solusi terbaik sejingga krisis pangan bisa tertangani dengan lebih cepat dan tepat”, tutupnya.(Rilis)