DENPASAR – Pantaubali.com – Pemerintah telah menyelesaikan Rancangan Undang-Undang (RUU) Cipta Kerja. Harapannya dengan adanya Undang-Undang Cipta Kerja ini dapat menciptakan lapangan kerja yang seluasnya bagi rakyat Indonesia. Salah satu norma yang diatur dan menjadi muatan RUU Cipta Kerja adalah perihal ketenagakerjaan.
Beberapa ketentuan dalam UU No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan diubah.Perubahan tersebut menyebabkan beberapa norma (pasal-pasal) dalam UU Ketenagakerjaan dihapus dan dinyatakan tidak berlaku, dirubah dan diganti dengan norma baru, dan atau menambah norma baru.
Beberapa isu krusial terkait norma ketenagakerjaan tersebut antara lain, perubahan pengaturan perlindungan tentang pekerja dengan perjanjian kerja tertentu, hubungan kerja atas pekerjaan yang didasarkan pada alih daya, dan kebutuhan layak melalui upah minimum. Komite III DPD RI yang tugas dan fungsinya membidangi ketenagakerjaan serta sebagai representasi masyarakat dan daerah menaruh perhatian besar terhadap RUU Cipta Kerja.
Oleh karena itu pada masa reses kali ini Komite III DPD RI berharap dapat memperoleh berbagai pandangan dan pendapat serta masukan dari masyarakat dan daerah terkait isu-isu tersebut, yang kiranya dapat menjadi bahan argumentasi dalam menyusun pandangan dan pendapat Komite III DPD RI terhadap RUU Cipta Kerja tersebut.
Beberapa kali pekerja telah melakukan demonstrasi sebagai bentuk penolakan tersebut dan menuntut pemerintah mencabut norma-norma tersebut.Terkait hal tersebut menurut,Anggota Komite III DPD RI ( Lingkup tugas yang memperhatikan urusan daerah dan masyarakat,seperti pendidikan,Agama,Kebudayaan,Kesehatan,Pariwisata,Pemuda dan olahraga,Kesejahteraan sosial,Pemberdayaan perempuan dan perlindungan anak,enaga Kerja dan Transmigrasi,Ekonomi Kreatif,Pengendalian Kependudukan atau Keluarga Berencana dan Perpustakaan)
A.A.Gde Agung,Rabu,4/03/2020 di Denpasar mengatakan,dengan menyampaikan aspirasi demo yang exstream dan brutal tentu takutnya isunya malah dapat dialihkan.Alangkah baiknya, jika penyampain aspirasi dilakukan dengan cara soft saja.
“Terkait daya dobrak relatif, caranya kompetensinya. Yang paling penting adalah, bagaimana kita di Bali dapat menyampaikan dengan santun aspirasi tersebut,” jelasnya.
Melihat demo di Jakarta tetap mengapresiasi aspirasinya, akan tetapi secara fisik jika dilihat seperti, sampai berpanas-panasan bahkan diangkut dari mana-mana datang belum lagi terkait masalah logistiknya.
“Lebih baik dengan cara seperti ini(soft). Akan tetapi,kami memohon dukungan dari DPR RI juga,”ujarnya.
Masih dalam waktu dan kesempatan yang sama, Ketua Pengurus Daerah Federasi Serikat pekerja Pariwisata,Serikat Pekerja Seluruh Indonesia Provinsi Bali.Yang juga merangkap sebagai Pengurus Cabang Federasi Serikat Pekerja Pariwisata,Serikat Pekerja Kabupaten Badung,Putu Satyawira Marhaendra. mengatakan,penyampaian aspirasi dilakukan dengan pendekatan komunikasi atau dengan cara yang soft.
“Apa yang kita lakukan selama ini denggan cara komunikasi. Dan dengan kehadiraan beliau (A.A.Gde Agung) tentu bisa menyampaikan pendapat tanpa menimbulkan gejolak,”katanya.