Abolisi & Amnesti: Tolok Ukur Demokrasi Indonesia dari Sudut Akademisi dan Suara Publik di FGD

Fokus Group Discussion (FGD) bertajuk “From Rural to Global: Digitalisasi dalam Tata Kelola Pemerintahan, Peningkatan Kualitas SDM, dan Tantangan Masyarakat di Pedesaan” berlangsung di Pascasarjana Universitas Ngurah Rai.
Fokus Group Discussion (FGD) bertajuk “From Rural to Global: Digitalisasi dalam Tata Kelola Pemerintahan, Peningkatan Kualitas SDM, dan Tantangan Masyarakat di Pedesaan” berlangsung di Pascasarjana Universitas Ngurah Rai.

PANTAUBALI.COM, DENPASAR – Pada saat Fokus Group Discussion (FGD) bertajuk “From Rural to Global: Digitalisasi dalam Tata Kelola Pemerintahan, Peningkatan Kualitas SDM, dan Tantangan Masyarakat di Pedesaan” berlangsung di Pascasarjana Universitas Ngurah Rai, Indonesia gempar oleh keputusan Presiden Prabowo Subianto memberikan abolisi kepada mantan Menteri Perdagangan Tom Lembong dan amnesti kepada Hasto Kristiyanto, Sekjen PDIP, serta sekitar 1.116 narapidana yang telah disetujui DPR RI.

Fenomena ini menjadi titik simpul antara pragmatisme politik, hak prerogatif presiden, dan pertimbangan akademis terhadap sistem hukum nasional.

Wakil Ketua DPR, Sufmi Dasco Ahmad, menyatakan, DPR telah menyetujui kedua kasus tersebut sebagai bagian dari upaya mempererat persatuan nasional menjelang HUT RI ke‑80.

Baca Juga:  Tak Hanya TOEFL & IELTS, Headwaytest.com Jadi Senjata Baru Pengembangan Kompetensi SDM Indonesia Hadapi Era Digital

Diskusi di FGD Universitas Ngurah Rai yang dihadiri oleh Rektor Universitas Ngurah Rai, para akademisi, Direktur Headwaytest.com, serta komunitas lokal Bali menyoroti keputusan tersebut sebagai tolok ukur sikap pemerintah terhadap nilai-nilai hukum dan keadilan sosial.

Revitriyoso Husodo, Ketua Gerak Nusantara Sejahtera, menegaskan Abolisi dan amnesti bukan sekadar keputusan hukum, melainkan cerminan politik keberpihakan yang harus dijelaskan secara transparan kepada publik akademis dan masyarakat luas.

“Kami patut mengapresiasi keberpihakan Presiden Prabowo dan Wakil Ketua DPR RI Sufmi Dasco Ahmad kepada keadilan,” ucapnya.

Sementara itu, Muhajir Sulthonul Aziz, Ketua Relawan TIK Jawa Timur, menambahkan bahwa keputusan ini membuka diskusi tentang urgensi reformasi hukum digital.

Baca Juga:  Cekcok dengan Pacar, Turis Australia Nekat Lompat dari Lantai Tiga Hotel di Denpasar

“Kita perlu memperkuat kerangka hukum dan transparansi digital untuk memastikan tak ada intervensi politik yang melemahkan kualitas penegakan hukum nasional,” ujarnya.

Dalam forum yang sama, Willibrordus Surya, Direktur Headwaytest.com, menekankan pentingnya membangun kompetensi SDM di tengah dinamika politik nasional.

“Keputusan politik seperti abolisi dan amnesti memang punya dampak besar pada kepercayaan publik. Namun, yang tidak kalah penting adalah memastikan generasi muda kita memiliki kompetensi yang setara standar global. Melalui Headwaytest.com, kami hadirkan tes bahasa multibahasa yang setara dengan TOEFL dan IELTS, dengan biaya terjangkau, teknologi mutakhir, dan fleksibilitas akses. Inilah bentuk kontribusi konkret agar pembangunan SDM tidak terjebak dalam tarik menarik politik jangka pendek,” tegasnya.

Baca Juga:  Tim Tinju Bali Sabet Medali Emas di Ajang Seleknas Menpora 2025

Keputusan presidensial ini pun menjadi katalis memicu diskursus lebih luas antara keberpihakan politik dan penguatan kualitas SDM. Akademisi menilai momen ini sebagai kesempatan untuk mendorong regulasi dan integritas lembaga hukum melalui pendekatan ilmiah dan edukatif.

Kolaborasi antara Universitas Ngurah Rai dan Headwaytest.com dalam FGD ini muncul sebagai simbol bahwa penguatan kompetensi tidak boleh lepas dari kesadaran hukum dan demokrasi.

Tanpa pemahaman kritis, pembangunan SDM dikhawatirkan akan kalah oleh dinamika politik jangka pendek, sementara Headwaytest.com hadir sebagai instrumen nyata untuk menjaga daya saing bangsa di era digital. (*)