Kalah Gugatan, Lahan dan Bangunan Milik 4 Warga di Banjar Bungan Kapal Tabanan Dieksekusi

Eksekusi lahan dan bangunan warga di Banjar Bungan Kapal, Desa Tunjuk, Kecamatan/Kabupaten Tabanan pada Senin (28/4/2025).
Eksekusi lahan dan bangunan warga di Banjar Bungan Kapal, Desa Tunjuk, Kecamatan/Kabupaten Tabanan pada Senin (28/4/2025).

PANTAUBALI.COM, TABANAN – Pengadilan Negeri (PN) Tabanan mengeksekusi rumah warga di Banjar Bungan Kapal, Desa Tunjuk, Kecamatan/Kabupaten Tabanan pada Senin (28/4/2025). Eksekusi lahan yang terdiri dari 4 bidang tanah dengan total mencapai 1,85 hektare itu merupakan tindak lanjut putusan atau salinan Pengadilan Negeri Nomor 328/Pdt.G/2022/PN Tab tertanggal 30 Maret 2023.

Dalam putusan tersebut pihak tergugat diminta untuk mengosongkan lahan dan membongkar rumahnya serta membayar ganti rugi.

Eksekusi berjalan lancar dengan pengamanan aparat kepolisian. Meskipun sebelumnya, salah satu anggota keluarga sempat meminta penundaan eksekusi selama satu minggu karena harus menyelesaikan upacara kematian anggota keluarga sehingga perlu waktu untuk mengosongkan rumah. Namun permintaan tersebut ditolak PN Tabanan dengan alasan pihak tergugat sudah diberikan waktu selama 1 bulan agar mengosongkan rumah.

Adapun eksekusi lahan dan bangunan rumah ini berawal dari sengketa antara pihak tergugat selanjutnya sebagai termohon eksekusi yakni warga di Banjar Bungan Kapal Desa Tunjuk yakni I Nyoman Sumandi, I Ketut Muliastra, I Ketut Dastra, dan I Ketut Wirta.

Sedangkan penggugatnya sebagai pemohon eksekusi adalah keluarga dari Jero Beng Tabanan yakni I Gusti Ngurah Anom Rajendra, I Gusti Ngurah Putra Bhirawan, Sagung Ayu Yulita Dewantari, dan I Gusti Ngurah Yudistira Pramudya Putra.

Baca Juga:  Polisi Ungkap Penyebab Kebakaran di Pasar Bajera 

Permasalahan ini bermula pada 2018 lalu, ketika sejumlah pihak mengajukan sertifikasi tanah di Banjar Bungan Kapal melalui program PTSL terhadap tanah-tanah yang sudah dikuasai oleh sebanyak 22 KK warga Banjar Bungan Kapal secara turun temurun.

Namun, proses ini terhambat karena Kelihan Pekraman dan Kelihan Dinas Bungan Kapal menolak menandatangani formulir penguasaan fisik, dengan alasan para pemohon (keluarga Jero Beng) bukan warga Banjar Bungan Kapal dan mereka tidak mengetahui penguasaan tanah tersebut.

Atas kejadian itu, Kelihan Banjar sempat diadukan ke Ombudsman Bali atas tuduhan menghambat program pemerintah. Mediasi pun dilakukan melibatkan berbagai pihak, tetapi tidak membuahkan hasil. Pemohon tetap bersikeras melanjutkan proses, berpegang pada bukti SPPT, walaupun letak dan batas tanah yang dimaksud tidak jelas.

Gagal melalui jalur mediasi dan laporan pidana (karena kurang bukti), pada Oktober 2022 para pemohon menggugat empat warga Banjar Bungan Kapal di Pengadilan Negeri (PN) Tabanan. Dalam putusan PN Tabanan, dinyatakan bahwa tanah sengketa adalah milik alm. I Gusti Ngurah Gede Surya berdasarkan SPPT, dan para penggugat adalah ahli warisnya, sementara warga Banjar Bungan Kapal disebut sebagai penggarap.

Baca Juga:  180 Mobil Diesel Adu Kreatifitas Modifikasi di Meet and War Diesel Enthusiast Bali 2025

Namun, para pihak termohon (warga Banjar Bungan Kapal) menolak putusan tersebut, mengklaim bahwa tanah yang mereka tempati tidak memiliki dokumen resmi dan bukan milik Jero Beng maupun desa adat. Mereka juga mempertanyakan keabsahan SPPT sebagai bukti kepemilikan dan menuding adanya indikasi mafia tanah.

Setelah keputusan PN Tabanan pada 30 Maret 2023, pihak termohon mengajukan banding ke Pengadilan Tinggi Denpasar. Karena tidak ada upaya kasasi dari pihak tergugat, maka putusan tersebut berkekuatan hukum tetap dan eksekusi dilaksanakan.

Baca Juga:  Perumda TAB Gandeng Investor Kembangkan SPAM Tukad Yeh Empas dan Tukad Nyanyi

Kuasa Hukum Pemohon, Putu Suta Sadnyana mengatakan, sebelumnya langkah mediasi antara kedua belah pihak sudah ditempuh tetapi gagal sehingga perkara berlanjut dan hingga sekarang ada keputusan eksekusi. “Eksekusi seharusnya sudah dilakukan sejak tahun lalu, setelah putusan berkekuatan hukum tetap. Hari ini, pengadilan melaksanakan eksekusi berdasarkan amar putusan, yang memerintahkan pengosongan lahan,” jelasnya.

Sementara itu, Wayan Muliawan, anak dari salah satu pihak tergugat, mengaku kecewa atas putusan pengadilan. “Kami sudah tinggal disini sejak turun temurun, namun ada keputusan pengadilan yang menurut kami tidak adil,” ujarnya. Akibat eksekusi tersebut, Muliawan bersama kedua orang tuanya, istri, dan dua anaknya harus meninggalkan rumah yang sudah mereka tempati sejak lama. “Saya bingung mau pindah ke mana,” katanya. (ana)