PANTAUBALI.COM, NASIONAL – Mahkamah Konstitusi (MK) menghadapi tantangan berat dalam pengelolaan anggaran pada tahun 2025. Kebijakan efisiensi yang diterapkan mengakibatkan MK hanya dapat membayar gaji pegawai hingga bulan Mei tahun depan.
Sekretaris Jenderal MK, Heru Setiawan, menjelaskan bahwa awalnya MK memiliki anggaran sebesar Rp 611,4 miliar untuk tahun 2025. Namun, setelah terealisasi sebesar 51,73% atau Rp 316 miliar, sisa anggaran yang tersedia hanya sebesar Rp 295 miliar.
“Dari anggaran tersebut, sekitar Rp 83 miliar dialokasikan untuk belanja pegawai, Rp 198 miliar untuk belanja barang, dan Rp 13 miliar untuk belanja modal,” terang Heru dalam rapat dengan Komisi III DPR RI pada Rabu (12/2).
Namun, menurut informasi dari Direktorat Jenderal Anggaran, terdapat pemblokiran anggaran sebesar Rp 226 miliar. Akibatnya, pagu anggaran MK pun berkurang menjadi Rp 385,3 miliar, dengan sisa anggaran yang dapat digunakan hanya sebesar Rp 69 miliar.
Dampak Pemangkasan Anggaran
Heru merinci, dari anggaran yang tersisa, Rp 45 miliar digunakan untuk pembayaran gaji dan tunjangan, Rp 13 miliar untuk tenaga PPNPN dan kontrak, Rp 9 miliar untuk biaya langganan daya dan jasa, Rp 610 juta untuk tenaga outsourcing, serta Rp 409 juta untuk honorarium persidangan.
“Akibat pemangkasan anggaran ini, pembayaran gaji dan tunjangan hanya bisa dilakukan sampai Mei 2025,” ujarnya dengan tegas.
Lebih lanjut, ia menjelaskan bahwa pemangkasan anggaran turut mempengaruhi kemampuan MK dalam menangani perkara perselisihan hasil pemilu (PHPU) dan pilkada. Tanpa tambahan anggaran, proses pengujian undang-undang (PUU) dan sengketa kewenangan lembaga negara (SKLN) pun terancam tertunda hingga akhir tahun.
“Selain itu, pemeliharaan gedung kantor, kendaraan dinas, dan peralatan operasional juga tidak dapat dibayar,” tambahnya.
Usulan Tambahan Anggaran
Untuk mengatasi kondisi darurat ini, MK telah mengajukan permohonan pemulihan anggaran kepada pemerintah. Permohonan tersebut mencakup tambahan anggaran sebesar Rp 38 miliar untuk pembayaran gaji dan tunjangan dari Juni hingga Desember 2025, Rp 20 miliar untuk pemeliharaan kantor, serta Rp 130 miliar untuk penanganan perkara pilkada dan pengujian undang-undang.
Dengan situasi yang semakin mendesak, MK berharap agar pemerintah dapat memberikan solusi agar lembaga peradilan tertinggi ini tetap dapat menjalankan tugasnya secara optimal tanpa mengorbankan kesejahteraan pegawai maupun kelancaran operasionalnya. (*)