PANTAUBALI.COM, DENPASAR – Tok! Majelis Hakim di Pengadilan Negeri Denpasar menjatuhkan vonis 12 tahun penjara kepada Anjas Purnama (24) yang merupakan seorang anak buah kapal (ABK) asal Bekasi, Jawa Barat. Terdakwa dinilai terbukti bersalah atas pembunuhan seorang pekerja seks komersial (PSK) Fatimah (46) yang ditemuinya melalui aplikasi Michat.
Ketua Majelis Hakim, Heriyanti, menyatakan terdakwa terbukti secara sah dan meyakinkan melanggar Pasal 338 KUHP tentang pembunuhan. Putusan tersebut dibacakan pada sidang yang digelar Kamis, 12 Desember 2024.
“Menjatuhkan pidana penjara selama 12 tahun kepada terdakwa Anjas Purnama,” ucap Heriyanti.
Vonis tersebut lebih ringan satu tahun dari tuntutan Jaksa Penuntut Umum (JPU) I Gusti Lanang Suyadnyana yang menuntut 13 tahun penjara. Kedua belah pihak baik terdakwa maupun jaksa menerima putusan tersebut.
Seperti diberitakan sebelumnya, kejadian tragis itu berawal pada Jumat, 3 Mei 2024, ketika Anjas yang tengah bekerja di kapal bersandar di Pelabuhan Benoa, Denpasar Selatan, memutuskan untuk mencari layanan seksual melalui aplikasi Michat.
Terdakwa memilih Fatimah dengan kesepakatan tarif awal sebesar Rp 200 ribu. Usai bertemu di sebuah penginapan di daerah Pemogan, Denpasar Selatan, mereka melakukan hubungan intim.
Namun, korban meminta tambahan bayaran sebesar Rp 300 ribu dengan alasan kesulitan keuangan.
Awalnya, terdakwa menyanggupi permintaan itu meski hanya memiliki uang tunai Rp 100 ribu, dengan janji akan mentransfer sisanya. Setelah selesai sesi kedua, korban terus mendesak pembayaran tambahan. Pelaku, yang mengaku tidak punya uang, mencoba mengelabui korban dengan berbagai alasan. Namun, desakan Fatimah semakin memuncak, hingga ia mengancam akan berteriak jika Anjas tidak membayar.
Karena panik, terdakwa lantas mencekik korban, menekan wajahnya dengan bantal, dan akhirnya menghabisi nyawanya dengan kabel catokan rambut. Setelah memastikan korban tidak bernyawa, pelaku mengambil barang-barang korban, termasuk kalung, ponsel, uang tunai, dan charger.
Majelis hakim mempertimbangkan penyesalan terdakwa serta fakta bahwa ia belum pernah dihukum sebelumnya sebagai faktor yang meringankan. Namun, perbuatan bengis yang dilakukan terdakwa tetap menjadi dasar utama putusan berat ini. (*)