PANTAUBALI.COM – Pariwisata Bali menunjukkan kebangkitan luar biasa pascapandemi COVID-19. Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) Bali, jumlah kunjungan wisatawan mancanegara (wisman) sepanjang Januari hingga Oktober 2024 mencapai 5.309.360 kunjungan, melampaui capaian pada periode yang sama di tahun 2019 sebesar 5.224.882 kunjungan.
Plt Kepala BPS Bali, Kadek Agus Wirawan, menjelaskan bahwa angka tersebut juga mencatat kenaikan sebesar 20,98 persen dibandingkan periode Januari-Oktober 2023. Namun, secara bulanan, terjadi penurunan 5,72 persen pada Oktober 2024 dibandingkan September, terutama melalui jalur udara yang turun 6,24 persen. Sebaliknya, kunjungan melalui jalur laut melonjak drastis hingga 143,52 persen.
Dari sisi negara asal, wisatawan Australia menjadi yang terbanyak dengan 141.395 kunjungan, diikuti oleh India (43.537), Tiongkok (33.645), Prancis (28.018), dan Inggris (26.498).
Di balik lonjakan kunjungan, sejumlah tantangan muncul, termasuk dampak pariwisata massal terhadap lingkungan dan budaya lokal. Kepadatan di kawasan seperti Ubud, Seminyak, dan Kuta meningkatkan tekanan pada infrastruktur, memperparah masalah pengelolaan sampah, serta mengancam ketersediaan sumber daya air.
Selain itu, degradasi lingkungan seperti polusi, perusakan habitat, dan penipisan sumber daya alam menjadi ancaman nyata. Masuknya wisatawan dalam jumlah besar juga memicu komersialisasi budaya, yang berisiko pada hilangnya nilai-nilai tradisional dan warisan budaya Bali.
Namun, tantangan ini membuka peluang untuk mengembangkan pariwisata yang lebih berkelanjutan. Bali dapat mengadopsi konsep ekowisata, diversifikasi destinasi wisata, serta pemanfaatan teknologi guna menciptakan pengalaman wisata yang ramah lingkungan.
Kolaborasi antara pemerintah, pelaku usaha, dan masyarakat lokal juga menjadi kunci dalam merealisasikan Peraturan Menteri Pariwisata Nomor 9 Tahun 2021 tentang Pedoman Destinasi Pariwisata Berkelanjutan. Dengan langkah strategis, Bali dapat mempertahankan statusnya sebagai destinasi wisata kelas dunia tanpa mengorbankan kelestarian lingkungan dan budaya lokal.
“Pariwisata yang ramah lingkungan adalah masa depan Bali,” ujar Kadek Agus Wirawan. Tantangan yang ada kini menjadi momentum untuk berinovasi menuju pengelolaan destinasi yang lebih baik dan berkelanjutan.
()